kemenag.go.id – Om Swastyastu. Umat se-dharma yang berbahagia. Mimbar Hindu kali ini membahas “Implementasi Ajaran Tri Parartha di Masa Pandemi”.
Umat sedharma yang berbahagia. Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa kita masih berada di tengah kondisi wabah pandemi Covid-19, yang kecenderungannya menunjukkan kondisi peningkatan. Maka dari itu, kita tidak boleh abai dan lalai karena pandemi ini belum usai. Kita harus tetap waspada dan senantiasa mematuhi protokol kesehatan sebagaimana yang dianjurkan oleh pemerintah untuk kita patuhi bersama-sama, sebagai swadharmaning Negara, demi keselamatan bersama, bangsa dan Negara. Kepatuhan kita ini sangat penting, mengingat masalah pandemi ini adalah tanggung jawab kita semua, bukan sekadar urusan pemerintah saja.
Selain usaha prepentif tersebut, yang juga penting untuk dilaksanakan adalah tetap teguh menjalankan sradha dan bhakti kita kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, salah satunya dengan melaksanakan ajaran Tri Parartha.
Menunjukkan sradha bhakti bukan sekadar melaksanakan yadnya dan ritual semata. Apalagi di tengah kondisi pandemi saat ini, dengan adanya pembatasan aktivitas sosial untuk mencegah kerumunan, pelaksanaan ajaran Tri Parartha dapat menjadi alternatif beribadah yang baik dalam kehidupan beragama kita.
Tri Parartha secara etimologis berasal dari kata Tri yang berarti tiga dan Parartha berarti kemuliaan, keutamaan. Sehingga Tri Parartha adalah tiga sikap, perilaku yang mulia, yang mampu memuliakan kehidupan orang lain maupun memuliakan diri kita sendiri.
Tri Parartha adalah usaha kita untuk memuliakan dan menghormati orang lain. Melalui pelaksanaan Tri Parartha ini sejatinya kita sudah melakukan sembah bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi. Sekalipun secara fisik Tri Parartha ditujukan kepada sesama manusia/ makhluk lainnya, tetapi sejatinya pelayanan itu adalah pelayanan kepada Tuhan. Hal itu ditegaskan dalam Subhasita Mantra yang berbunyi “Manava seva, Madhava seva”.
Selanjutnya mengenai pembagian ajaran Tri Parartha meliputi Asih, Punia, dan Bhakti. Asih bermakna sifat welas asih, kasih sayang. Punia artinya sikap berderma, dan Bhakti berarti sikap hormat dan berbakti.
Lalu bagaimana penerapan ajaran Tri Parartha di tengah kondisi pandemi ini? Sikap Asih di masa pandemi dapat dilaksanakan dengan melaksanakan protocol kesehatan itu dengan baik, misal pakailah masker, rajin cuci tangan, dan jaga jarak fisik ketika bertemu langsung. Dengan memakai masker kita bisa menjaga kesehatan untuk diri kita, orang lain, dan juga keluarga kita di rumah. Sikap patuh itu menunjukkan kita sudah memberikan kasih sayang dan kepedulian baik pada diri kita, orang lain maupun keluarga kita.
Punia adalah sikap derma, membantu sesama dengan melaksanakan dana punia. Sebagaimana disebutkan dalam kitab Manava Dharmasastra disebutkan bahwa yang utama dilakukan di masa Kaliyuga ini adalah pelaksanaan Dana Punia. Maka dengan melaksanakan Punia ini kita bisa menjalankan yadnya yang utama di zaman Kaliyuga ini. Apalagi di masa pandemic ini, ekonomi sangat lesu, banyak yang kesulitan memperoleh kebutuhan hidup, karena banyak yang kehilangan mata pencahariannya. Untuk itu, dengan melaksanakan Punia ini kita sejatinya dapat membantu sesama kita, sekalipun nominalnya kecil. Punia itu sudah mampu meringankan beban sesame kita.
Bhakti adalah sikap hormat kepada sesama, menghormati dan menghargai orang lain khususnya pada orag tua, khususnya juga kepada Ida Sang Hyang Widhi. Di masa pandemic ini waktu tinggal di rumah lebih banyak, sehingga lebih banyak waktu kita untuk merawat dan membantu orang tua kita. Sebagaimana yang disebutkan dalam pustaka Taiteriya Upanisad “Mitru devo bhavo, Pitru devo bhavo, acaryo devo bhavo, athiti devo bhavo” yang bermakna ibu, ayah, guru dan tamu adalah perwujudan Tuhan, sehingga mereka wajib dilayani dan dihormati sebagaimana kita bhakti kepada Tuhan.
Ketiga ajaran Tri Parartha tersebut membuat seseorang mampu mencapai kemuliaan, hal ini ditunnjukkan pula pada kisah Ramaya, dimana Raja Dasaratha disebut sebagai raja yang mulia dan utama karena melaksanakan ajaran Tri Parartha ini. Hal itu ditunjukkan pada Kakawin Ramayana I.3 berikut ini:
“Gunamanta Sang Dasaratha, wruh sira ring weda bhakti ring dewa, tar marlupeng pitra puja, maasih ta sireng swagotra kabeh”. Raja Dasaratha adalah raja yang amat mulia, karena beliau menguasai berbagai ilmu pengetahuan Weda, bhakti kepada Tuhan dan hormat pada leluhur, serta beliau sangat dermawan dan mengasihi sanak keluarga dan masyarakat lainnya. Dari kakawin tersebut, sangat jelas kita dapat pahami bahwa kemuliaan akan muncul ketika kita memiliki ilmu pengetahuan, berbhakti pada leluhur dan Tuhan, serta memiliki sifat welas asih dan berderma. Ketiga landasan itulah yang menghantarkan kita pada kemuliaan hidup sehingga mampu menjadikan kita menuju kehidupan yang lebih baik, bermakna, serta Shanti Jagadhita.
Hadirin, umat sedharma yang berbahagia. Demikianlah renungan dharma pada acara Pelita Dharma yang dapat saya sampaikan. Semoga bermanfaat dan dapat menginspirasi kita semua. Semoga kemuliaan hidup akan kita capai, dan semoga melalui ajaran Tri Parartha ini kita bisa memperoleh kebahagiaan dan keselamatan. Semoga semua makhluk hidup berbahagia, Loka samasta sukhino bhawantu. Om Santih, Santih, Santih Om