Jakarta, Jumat 20 November 2020. Target produksi vaksin COVID-19 di Bio Farma mencapai 250 juta dosis. Pengalaman Bio Farma dalam produksi puluhan ribu vaksin sudah sejak 130 tahun lalu. Vaksin produksi Bio Farma juga telah digunakan Negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Survei nasional yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan bersama Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) didukung UNICEF dan WHO menunjukkan, 64,8% dari 115.000 responden di 34 Provinsi, bersedia menerima vaksin COVID-19.
“Untuk mempersiapkan vaksinasi COVID-19 di Indonesia, Kementerian Kesehatan telah melatih 7000 dari 23.000 tenaga kesehatan (nakes) sebagai vaksinator. Dan pastinya, manajemen vaksin dan rantai dingin (cold chain) pun dengan cermat dipersiapkan”, ujar dr. Reisa Broto Asmoro, Juru Bicara Satgas COVID-19 dalam acara Dialog Juru Bicara Pemerintah dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru bertema Jalan Panjang Vaksin sampai ke Tubuh Kita, yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Jumat (18/11).
Pada kesempatan yang sama, dr. Dirga Sakti Rambe M.Sc, Sp.PD, Vaksinolog, juga turut menyampaikan bahwa Indonesia telah memiliki infrastruktur yang memadai untuk proses distribusi vaksin hingga ke pelosok, termasuk vaksin COVID-19 yang sedang ditunggu-tunggu. “Perlu diketahui vaksin itu adalah produk biologis yang perlu disimpan dengan cara khusus, karena sensitif terhadap suhu. Mayoritas vaksin disimpan pada suhu 2-8 derajat celcius, kecuali vaksin polio yang minus 20 derajat celcius. Sejak vaksin diproduksi sampai digunakan di rumah sakit dan puskesmas, transportasinya mesti terjamin suhunya. Dan jangan khawatir, kita sudah berpengalaman. Kita sudah siap”, ujarnya.
Indonesia memiliki pengalaman bertahun-tahun dalam memproduksi, mendistribusi, hingga mengimplementasikan vaksin. Sistem rantai dingin yang menjadi salah satu unsur penentu kualitas vaksin juga sudah terbangun dengan baik. “97 persen sistem rantai dingin ini berjalan dengan baik jadi tidak perlu khawatir. Mulai dari pabrik sampai yang menerima di puskesmas, misalnya di Aceh atau Papua itu semua sudah siap,” kata dr. Dirga.
Terkait sumber daya manusia yang akan memberikan vaksinasi nantinya ke masyarakat, Indonesia telah memiliki 23.000 vaksinator yang terlatih. “Bahkan vaksinator sudah dibekali pelatihan khusus oleh Kementerian Kesehatan, dan telah 7000 vaksinator yang sudah terlatih khusus” tambah dr. Reisa.
“Saat ini di Indonesia ada sekitar 440.000 dokter umum, dokter spesialis, perawat, dan bidan yang semuanya saya yakin siap bergotong royong mensukseskan persiapan vaksinasi ini. Pada prinsipnya, kita ingin semua terlibat supaya vaksin ini bisa dimanfaatkan seluas-luasnya oleh masyarakat” jelas dr. Dirga.
Masyarakat perlu sedikit bersabar hingga hasil uji klinik fase III selesai dan izin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) keluar terlebih dahulu, baru vaksin COVID-19 bisa beredar di Indonesia. “Dari data itu nanti ketahuan, berapa besar efektivitas vaksin COVID-19. Setelah itulah produsen mengajukan izin edar ke BPOM. Jadi kalau vaksin sudah mendapat izin edar dari BPOM itu sudah dipastikan keamanan dan efektivitasnya. Kalau ada klaim efektivitas vaksin A sekian, itu tidak apa-apa, kita terima sebagai infomasi. Tapi efektivitas sesungguhnya kita terima nanti setelah proses uji klinik fase III selesai dilaporkan” terang dr. Dirga.
Masyarakat tetap harus melakukan segala upaya untuk mencegah tertular COVID-19, meskipun nantinya vaksin sudah beredar luas. “Upaya 3M (Memakai Masker, Mencuci Tangan, Menjaga Jarak) itu harus terus kita lakukan. Vaksin itu untuk melengkapi pertahanan tubuh kita karena perlindungannya spesifik. Semua ini kita upayakan agar pandemi ini bisa kita kendalikan”, tutup dr. Dirga.
***
Tim Komunikasi Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional