kemenag.go.id – Peringatan Hari Amal Bhakti (HAB) ke-75 Kementerian Agama Tahun 2021 mengusung tema Indonesia Rukun. Tema yang sangat inspiratif ini ditetapkan dalam Edaran Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI Nomor: 69 Tahun 2020.
Tema ini sejalan dengan semangat nasional yang menempatkan kerukunan umat beragama sebagai salah satu modal membangun kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai bangsa besar dengan corak keberagaman suku, agama, ras dan antar-golongan, kerukunan merupakan kunci menggapai cita-cita besar bangsa agar sejajar dengan bangsa lain di dunia.
Kerukunan dalam pengertian sehari-hari dapat dimaknai sebagai perwujudan perdamaian yang digunakan dalam dunia pergaulan. Kerukunan umat beragama merupakan cara untuk mengatur dan mempertemukan hubungan antara orang yang tidak seagama atau antara golongan umat beragama dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
Dalam Pasal 1 angka (1) Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat dinyatakan, kerukunan umat beragama adalah hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945.
Mencermati beberapa pengertian ini, nampaknya kondisi ideal kerukunan umat beragama Indonesia tidak hanya pada tercapainya suasana bathin yang penuh toleransi antarumat beragama, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mereka bisa saling bekerjasama. Pertanyaannya, bagaimana upaya Kementerian Agama RI mewujudkan kerukunan umat beragama di Indonesia?
Sesungguhnya tidak sulit melacak upaya yang sudah dilakukan Kementerian Agama dalam mewujudkan kerukunan umat beragama di Indonesia. Pertama, istilah kerukunan umat beragama pertama kali dikemukakan oleh Menteri Agama, K.H. M. Dachlan, dalam pidato pembukaan Musyawarah Antar Agama tanggal 30 November 1967 yang antara lain menyatakan, “adanya kerukunan antara golongan beragama adalah merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya stabilitas politik dan ekonomi yang menjadi program Kabinet AMPERA”. Dari pidato K.H. M. Dachlan inilah istilah “Kerukunan Hidup Beragama” mulai muncul dan kemudian menjadi istilah baku dalam berbagai dokumen negara dan peraturan perundang-undangan. (Rusydi, 2018).
Kedua, Kementerian Agama istiqamah mengambil kebijakan yang secara strategis meletakkan kerukunan sebagai semangat dan tujuan baik secara vertikal melalui organisasi pemerintahan maupun horizontal dengan para umat beragama. Sehingga, sampai saat ini umat beragama di Indonesia masih utuh dan kokoh dalam harmonisasi keberagaman Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perubahan struktur masyarakat global dan pesatnya perkembangan teknologi informasi semakin mendorong Kementerian Agama RI untuk terus berinovasi dalam menjawab tantangan problematik mewujudkan kerukunan umat bergama Indonesia. Indonesia sebagai negara majemuk dari suku bangsa, budaya, dan agama memerlukan strategi untuk menciptakan dan memelihara suasana kebebasan dan kerukunan umat beragama. Semangat moderasi beragama kemudian menjadi diktum jalan tengah sebagai visi toleransi di dalam menghargai perbedaan tafsir, serta tidak terjebak pada intoleransi dan ekstrimisme.
Pertama, moderasi diperlukan sebagai strategi kebudayaan dalam merawat keindonesiaan. Kehendak untuk hidup bersama yang telah disepakati oleh para founding parents dan Pancasila sebagai landasan filosofisnya harus tetap berdetak dan tidak terkoyak oleh klaim beberapa kelompok tentang kebenaran suatu agama. Pada interaksi sosial masyarakat, moderasi secara strategis dapat berfungsi sebagai katup pengaman terhadap munculnya ancaman disintegrasi dan mereduksi konflik.
Kedua, moderasi juga dapat menjadi pembimbing bahwa hadirnya agama dalam kehidupan manusia adalah untuk menjaga martabat manusia sebagai makhluk mulia. Sehingga, agama dapat dipraktikkan dalam upaya mewujudkan rahmat bagi seluruh alam dan pemeluk agama tidak terjebak pada fanatisme kebenaran versi yang disukainya.
Ketiga, moderasi merupakan bagian penguatan literasi keagamaan untuk merawat persaudaraan antar umat beragama. Keberagaman harus dimaknai sebagai kekayaan dan resources yang dimiliki Indonesia untuk membangun peradaban bangsa melebihi bangsa-bangsa besar lainnya.
Inilah upaya strategis Kementerian Agama RI dalam mewujudkan kerukunan di Indonesia. Memperkokoh jati diri Indonesia yang sesungguhnya, negara yang agamis, toleran dan mampu hidup dalam keberagaman berdasar Pancasila.
Semoga momentum Hari Amal Bhakti ke-75 ini Kementerian Agama RI dapat menjadi inspirasi dan peneguh bagi terwujudnya kerukunan umat bergama di Indonesia.