Jakarta – Fenomena ‘Long COVID‘ tak hanya dialami lansia atau orang dengan riwayat penyakit komorbid, namun juga usia muda tanpa penyakit komorbid.
Umumnya, pasien COVID-19 sembuh dalam waktu 2 – 6 minggu. Namun juru bicara Satgas COVID-19 Prof Wiku Adisasmito menjelaskan, pada kasus long COVID, pasien mengalami gejala berkepanjangan meski tes COVID-19 sudah menunjukan hasil negatif.
“Saya berharap masyarakat bisa lebih waspada. Long COVID ini tidak hanya dirasakan oleh mereka yang menderita komorbid, tapi juga mereka yang cukup muda, bahkan yang tidak menderita komorbid apapun,” ujarnya dalam konferensi pers virtual, Selasa (9/3/2021).
Ia turut menyebutkan, gejala long COVID seringkali berupa kelelahan, kesulitan bernapas, batuk, sakit persendian, dan sakit dada.
Baca juga : Surabaya Nol Kasus Saat PPKM Mikro, Zona Merah Tersisa 20 RT
Namun kini, gejala-gejala lain turut dilaporkan seperti kesulitan berpikir dan berkonsentrasi (brain fog), depresi, sakit pada otot, sakit kepala, demam, dan jantung berdebar.
Prof Wiku menekankan, fenomena long COVID ini tidak perlu ditakuti secara berlebihan lantaran gejala berkepanjangannya tidak menular. Namun tetap, protokol kesehatan wajib dikedepankan sebab infeksi virus pada dasarnya dapat dicegah.
“1 per 5 orang menderita gejala berkepanjangan setelah menderita COVID-19. Saya harap bisa dijadikan catatan, mereka yang menderita long COVID tidak menularkan virus COVID-19 kepada orang-orang di sekitarnya,” imbuhnya.
Prof Wiku menambahkan, hingga kini, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan jenis-jenis gejala dan durasi kasus long COVID.
Sebab seiring waktu, laporan terkait komplikasi medis berkepanjangan akibat COVID-19 terus bermunculan. Seperti masalah jantung, kerusakan ginjal, masalah indera penciuman dan perasa, bahkan hingga gatal-gatal dan rambut rontok.
(vyp/up)