Makin Memperlihatkan Keharmonisan, Soliditas dan Sinergi Hubungan keharmonisan Polri dan TNI sejalan dengan sinergitas yang merupakan kebutuhan untuk meningkatkan keamanan dan pertahanan dalam negeri yang mantap. Apalagi dalam menghadapi tantangan tugas ke depan yang semakin kompleks dan menantang.
Jakarta, 6 Oktober 2021. Media massa baru-baru ini ramai memberitakan mengenai Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, S.I.P. yang menyatakan menerima kejutan istimewa dari dari Jenderal Pol Drs. Listyo Sigit Prabowo. Pasalnya, Kapolri telah menyempatkan diri mendatangi langsung Subden Merdeka Barat Denma Mabes TNI, Jakarta Pusat, Selasa (5/10) untuk secara khusus mengucapkan selamat Hari Ulang Tahun (HUT) ke-76 TNI kepadanya.
Jenderal Listyo dalam kesempatan itu mengharapkan agar TNI dapat semakin profesional, disiplin, militan dan rendah hati dalam kerja mengawal NKRI menuju Indonesia Maju. Terkait perhatian dan sinergitas TNI-Polri yang ditunjukkan oleh Kapolri Lisyo, Panglima TNI tak lupa berterima kasih atas perhatian Kapolri dan seluruh jajaran Kepolisian di seluruh Republik Indonesia kepada TNI di Hari Ulang Tahunnya pada 5 Oktober 2021 lalu.
“Saya yakin sinergi TNI-Polri adalah kebutuhan bagi Bangsa Indonesia untuk menjaga utuhnya wilayah NKRI,” demikian tanggapan Panglima TNI. Panglima TNI dan Kapolri juga berharap agar sinergitas yang selama ini telah terjalin antara TNI dan Polri selalu dapat dijaga dan ditingkatkan. Polri menyatakan akan selalu mendukung TNI dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan wilayah NKRI demi kejayaan bangsa dan negara.”Soliditas dan sinergitas TNI-Polri mutlak diperlukan sebagai sumber kekuatan strategis dalam rangka menghadapi berbagai tantangan tugas ke depan yang semakin kompleks,” demikian penuturan Listyo dalam ucapan video pada akun YouTube resmi Pusat Penerangan (Puspen) TNI, Senin (4/10).
Soliditas dan Sinergitas
Soliditas dan sinergitas antara TNI dan Polri memang mutlak diperlukan guna menghadapi tantangan tugas mereka ke depan yang semakin kompleks. Menurut Listyo, TNI merupakan garda terdepan dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari berbagai ancaman dari dalam ataupun luar negeri. Diakuinya bahwa “Dengan profesionalisme, loyalitas, dan pengabdiannya, TNI selalu hadir dalam mengawal serta menjaga pertahanan NKRI. Baik di darat, laut, maupun udara,” dmikian tambahnya.
Pernyataan serupa mengenai pentingnya sinergi dan soliditas TNI-Polri sebagai harga mati mewujudkan Indonesia Maju dan Indonesia Emas 2045 sebenarnya telah disampaikan juga oleh Kapolri sebelumnya, serperti dalam acara pengarahan terhadap ratusan calon perwira remaja (Capaja) TNI-Polri Angkatan 2021 Juli lalu. Menurutnya; “Sinergitas dan soliditas TNI-Polri harus senantiasa dijaga dan dipererat pada semua tingkatan, mulai pucuk pimpinan tertinggi hingga tingkatan terendah. Di manapun dan kapanpun. Soliditas dan sinergitas TNI-Polri adalah harga mati dan merupakan modal utama mewujudkan Indonesia Maju dan Indonesia Emas 2045,”
Dalam pengarahan itu, ia tidak lupa juga sempat merujuk adanya fakto perjalanan sejarah panjang yang sama-sama dilalui baik TNI dan Polri dalam sejarahnya, sejak masa kemerdekaan hingga era reformasi dan pasca Reformasi sekarang ini.
Elemen sejarah itu, menurutnya tidak boleh dilupakan sebagai landasan utama menjalankan tugas dan perjuangan mereka sebagai suatu kesatuan solid dan harmonis dalam melindungi dan menjaga segenap warga bangsa Indonesia di tanah air.
“Meskipun telah dipisahkan, pada hakikatnya, TNI-Polri tetap satu kesatuan sebagai garda terdepan dalam melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,” demikian penjelasan yang merujuk pada sejarah di mana keduanya pernah disatukan dalam institusi ABRI (Angkatan Bersenjata RI) yang kini telah berubah.
Sejarah keharmonisan
Harus diakui ada bagian-bagian dari sejarah masa lalu mereka terutama di era kontemporer yang memperlihatkan fakta-fakta menguatnya keharmonisan hubungan keduanya. Upaya-upaya tersebut harus dinilai telah berhasil menciptakan sejarah bersama untuk berjalan beriringan guna mencapai cia-cita negara dan demi menggapai visi masa depan yang berkesesuaian. Berdasarkan penelitian P2P LIPI tentang relasi TNI-Polri sepanjang 2000-2009 yang lalu, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Sarah Nuraini Siregar mengatakan bahwa meski masih terdapat konflik antara TNI dan Polri sejak awal reformasi sesudah pemisahan mereka, hubungan kedua lembaga secara umum tampak ‘harmonis’. Namun keharmonisan itu juga dikritiknya seagai masih terjadi hanya pada relasi personal antar pimpian kedua lembaga dan bukan pada aspek yang lain.
Dalam aspek keamanan, ‘keharmonisan’ tersebut menurutnya ditandai dengan adanya kerja sama membantu pengamanan sejumlah kasus, seperti pengamanan aksi unjuk rasa, pilkada serentak, isu terorisme dan sebagainya. Dalam hal ini koordinasi maupun rivalitas tampaknya tidak terlalu menjadi masalah yang mengemuka kalau dibandingkan dengan apa yang pernah terjadi pada era awal Reformasi. Kerjasama harmonis di bidang terorirsme diperlihatkan antara lain diperlihatkan ketika berusaha mengamankan wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia dan Indonesia Filipina di Sulawesi Utara demi mencegah penyusupan kelompok esktrem simpatisan Daesh dari Marawi. Selain itu juga ada beberapa prestasi lain yang memperlihatkan terjalinnya kerjasama harmonis keduanya.
Khususnya dalam situasi menghadapi pandemi Covid-19 yang tengah melanda Indonesia dan dunia, soliditas hubungan keduanya tampaknya makin memperoleh momentumnya. Mereka semakin disamakan pijakannya saat menghadapi tantangan, ancaman dan gangguan bersama terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat di tingkat nasional maupun global.
Keharmonisan yang memperlihatkan kontribusi bersama keduanya bagi tanah air, terefleksikan dengan jelas kala Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sukses dalam kegiatan serbuan vaksinasi dan bakti sosial penanggulangan Covid-19 selama ini. Hal ini merupakan salah satu wujud nyata dari sinergitas dan soliditas TNI-Polri yang selalu diangkat dan dibicarakan, yakni upaya dan komitmen bersama alam mendukung usaha Pemerintah dalam menekan dan mengendalikan laju pertumbuhan Covid-19.
“Saat ini berkat kerja keras dari seluruh stakeholders TNI, Polri, tenaga kesehatan dan Pemda dan masyarakat, kami bisa bersyukur bahwa saat ini BOR nasional turun jauh 11 persen dan laju kasus harian kurang lebih 1.900-an,” jelas Kapolri menanggapi kerjasama harmonis mereka. Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Irjen Panca Putra Simanjuntak juga telah menyatakan kegembiraannya atas hubungan harmonis yang tercipta ketika memberikan suprise Hari Ulang Tahun TNI ke-76 di Makodam I/BB, (5/10).
Dikatakan; “Terima kasih atas kebersamaan dan sinergitas yang sudah dibangun selama ini. Mudah-mudahan TNI-Polri solidaritasnya tanpa batas sukses di Sumatera Utara,” Berbagai dinamika dan tantangan di tengah pandemi saat ini telah dilalui bersama. Kondisi ini semakin memperkokoh hubungan dan semangat kebersamaan antara TNI dan Polri di Sumatera Utara”. Selain keberhasilan penanggulangan bersama pandemi Covid-19 antara Polri dan TNI, persiapan penyelenggaraan PON XX Papua yang dilakukan secara bersama juga menunjukkan kesungguhan dan komitmen TNI dan Polri untuk bisa berjalan beriringan bersama. Kesuksesan pelaksanaan PON XX Papua jelas banyak dikontribusikan oleh keharmonisan kerjasama personel TNI- Polri yang bertugas demi kelancaran pesta akbar nasional itu.
Kritikan dan Pekerjaan Rumah
Pendeknya penciptaan sejarah penguatan keharmonisan sebenarnya sudah tengah berjalan baik dan sesuai dengan harapan dan semoga semakin menguat ke depannya. Namun demikian,tidak dapat disangkal bahwa wacana-wacana keharmonisan dan sinergitas TNI dan Polri yang selalu tampil mengemuka dan menjadi agenda juga tidak lepas dari kritikan dan sorotan.
Banyak pihak yang masih menilai bahwa usaha-usaha mereka masih belum maksimal dan sungguh-sungguh, bahkan dituduh masih sebatas keberhasilan secara wacana atau jargon semata. Pembuatan dan pemasangan spanduk atau baliho yang berseliweran mengenai keharmonisan yang dielu-elukan dianggap belum tentu menunjukkan kenyataan yang sebenarnya di lapangan. Bahkan ada yang menganggap lebih merupakan propaganda atau harapan, sedangkan dalam kenyataannya masih banyak persoalan yang belum terselesaikan.’
Keharmonisan yang digembar-gemborkan itu memang ada tapi menurut sebagian orang dianggap berada di level elite pimpinan. Selain selalu bersifat formalitas yang dilontarkan oleh sesama pimpinan dalam even-even puncak seperti HUT TNI atau HUT Bhayangkari sebelumnya, masih banyak persoalan yang lebih signifikan yang belum dapat ditangani sehingga bisa disebutkan sebagai keberhasilan mencapai keharmonisan penuh.
Konflik TNI-Polri dan Akar Sejarahnya
Selain memperlihatkan sejarah keharmonisan, catatan sejarah kontemporer juga masih memperlihatkan ketidakharmonisan yang antara lain dipicu oleh sejumlah faktor. Selama ini konflik antar personel TNI dan Polri di tingkat bawah masih saja berulang. Sepanjang September 2002 hingga Juni 2018 lalu saja ada 13 bentrokan dan perkelahian antara anggota TNI dengan Polri. Korban jiwa akibat pertikaian tersebut total berjumlah 6 orang. Sementara korban yang mengalami luka-luka setidaknya berjumlah 24 orang (termasuk korban sipil). Bentrokan juga pernah terjadi di Polsek Ciracas pada 2018 yang lalu.
Gesekan antara prajurit TNI dengan Polri dimana sekelompok massa dari TNI mengamuk dan melakukan penyerangan terhadap Polsek Ciracas dipicu oleh kabar bohong yang disebarkan Prada Muhammad Ilham yang kemudian, oleh Majelis Hakim Pengadilan Militer II-08 Jakarta diganjar pidana penjara selama satu tahun dan pemecatan dari dinas militer. Ia terbukti telah menyebarkan berita bohong yang mengakibatkan keonaran. Dalam perkara itu, 74 orang juga ditetapkan sebagai tersangka. Pimpinan TNI-Polri kala itu melakukan penindakan hukum terhadap anggota yang terlibat dan menegaskan bahwa soliditas TNI-Polri tetap terjaga. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto secara khusus pernah mengungkapkan adanya sejumlah penyebab gesekan antara aparat TNI dan Polri.
“Penyebab pertama gesekan adanya provokasi. Karena TNI Polri punya kekuatan besar,” kata Hadi dalam Rapat Pleno Khusus Jakarta, pada 2019 lalu. Provokasi tersebut menurutnya muncul untuk menciptakan konflik. Sebab, kekuatan kedua instansi cukup besar, yaitu 480 ribu personil TNI dan 440 ribu personil kepolisian. Gesekan tersebut, katanya, terjadi di sebagian daerah pada waktu dan tempat di luar markas.
Penyebab lainnya, Hadi menyebutkan disiplin oknum prajurit yang rendah yang membuat mereka berupaya menyelesaikan masalah tanpa melapor kepada komandannya. “Contoh mereka berantem ada masalah terus selesaikan sendiri tanpa lapor pimpinan. Apalagi biasanya dilaksanakan anak-anak yang emosinya masih tinggi. Biasa itu terjadi di lapangan,” jelasnya.
Jelaslah bahwa masih berlangsung hubungan panas dingin antara TNI-Polri terutama pada tingkatan tertentu. Hal ini tentu saja harus dijadikan landasan pencarian solusi. Walaupun kedua institusi ini memang sama-sama lahir dan bagian Angkatan pejuang 45, namun persaingan dan konflik antara keduanya juga kerap muncul dalam sejarahnya selama ini.
Kedua inssitusi ini awalnya memiliki kontribusi besar dalam tugas-tugas kebangsaan mereka. Jika Tentara Nasional Indonesia (TNI) diakui lahir pada 5 Oktober 1945, atau cikal-bakalnya dianggap sudah ada sejak 22 Agustus 1945 dengan nama Badan Keamanan Rakjat (BKR), maka pada 21 Agustus 1945 sekelompok polisi bersenjata di Surabaya juga sudah menyatakan diri berada di belakang Republik Indonesia.
Mereka adalah para Polisi Istimewa, yang bersenjata dan siap tempur mendukung Republik Indonesia yang belum seminggu berdiri. Tapi hari heroik 21 Agustus 1945 itu tidak dijadikan hari lahir korps penerus Polisi Istimewa, yakni Brigade Mobil (Brimob). Seperti tentara, satuan Mobrig juga ikut serta menghadapi pergolakan bersenjata di daerah-daerah setelah ikut berperang melawan Belanda di masa Revolusi.
Di luar front pertempuran, selain Brimob, anggota polisi lain pun terlibat dalam Revolusi. Begitu juga polisi dengan tugas intelijen di bagian Pengawas Aliran Masyarakat (PAM) di bawah pimpinan Komisaris Omargatab. Lembaga ini berperan besar dalam mengumpulkan data penting soal musuh-musuh negara. Di tahun-tahun terakhir kepresidenan Sukarno, Angkatan Darat yang dipimpin Ahmad Yani kemudian tampil sebagai kekuatan penting di Indonesia. Sukarno berjaga-jaga dengan mendekati angkatan lain, terutama pasukan khususnya. KKO (Marinir-AL) dan Brimob tampil sebagai pasukan yang loyal kepada Sukarno.
Setelah Sukarno lengser, pasukan khusus Kepolisian dan Angkatan Laut mengalami penyusutan jumlah personel. Setidaknya ada Operasi Ikan Paus di KKO dalam rangka membersihkan unsur G30S di dalamnya. Menpor juga kemudian bubar dan Brimob akhirnya tak segarang seperti pada zaman Sukarno. Ketidakharmonisan tampaknya mulai muncul pada era ini. Rasa permusuhan personel berpangkat rendahan mulai tertanam di masing-masing angkatan. Personel Angkatan Darat ada yang membenci polisi, begitu juga sebaliknya. Diperparah dengan buruknya citra polisi di mata masyarakat sebagai “tukang tilang”, polisi kemudian direndahkan.
Dalam Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia, Sahetapy, Awaloeddin Djamin, dan Satjipto Rahardjo, berpendapat bahwa terdapat perbedaan tugas antara polisi dengan tentara. Menurut mereka, jika tentara bertugas mengamankan negara dari ancaman musuh dengan kekerasan dan dalam kondisi tertentu bisa mengesampingkan HAM, maka polisi bertugas mengamankan masyarakat agar tercipta ketertiban dan rasa aman serta tidak bisa mengesampingkan HAM. Dalam konteks ini friksi-friksi terlihat mulai sering terjadi.
Pada masa demokrasi terpimpin hingga Orde Baru, TNI digabungkan dengan Polri dan dikenal sebagai Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Kala itu, publik diperkenalkan dengan istilah dwifungsi ABRI yakni institusi ini memiliki fungsi sebagai kekuatan militer maupun mengatur negara. Sesudah masa Reformsi, pada 2004, melalui Ketetapan MPR nomor VII/MPR/2000 pemerintah memisahkan kedua institusi ini dengan fungsi dan tugasnya masing-masing. Personel Angkatan Darat dan Angkatan Kepolisian mudah ditemukan di mana-mana. Bagaimana pun keduanya bertugas di daratan, namun dengan tugas yang berbeda. AD menjaga keamanan, polisi memelihara ketertiban.
Pendeknya, sebagaimana telah ditunjukkan oleh sejarawan, di satu sisi ada upaya membina keharmonisan, sinergitas dan soliditas antara keduanya, meski selalu juga disertai oleh berbagai tantangan. Citra individual pemimpinnya sangat mewarnai dinamika keharmonisan guna meminimalisir friksi dan gesekan yang berpotensi muncul dan berkembang. Pengaruh TNI dan Polisi demikian besar dalam masyarakat Idnonesia, bahkan kini tidak jauh berbeda besarnya. Tentara dan polisi sama-sama golongan yang cukup terpandang dan juga selalu mencari pengaruh tersebut. Walau katanya harus saling bersinergi dalam melayani masyarakat, tidak jarang keduanya tampak seperti seperti bermusuhan, terutama tampak pada personel di tingkat bawah.
Solusi penguatan keharmonisan
Dengan menarik mundur penjelasan sejarah lahir dan berkembangnya kedua institusi ini sejak Indonesia merdeka, dapatlah dilihat dan dikenali bagaimana benih-benih persoalan maupun keharmonisan berpotensi muncul dan berkembang. Pemahaman terhadap pola dan unsur–unsur sejarah memberikan keinsyafan pencarian berbagai peluang dan solusi penciptaan keharmonisan yang akan diperlukan di mendatang. Masa lalu telah berlalu dan kini tantangan adalah bagaimana makin menguatkan keharmonisan di masa depan.
Ke depannya, menurut pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati ada tiga langkah yang bisa ditempuh guna lebih mempererat hubungan yang lebih harmonis antara TNI dan Polri. “Langkah pertama ada di tataran strategis, yakni perundang-undangan,” jelasnya saat memberikan pembekalan kepada perwira siswa (pasis) angkatan ke-57 Sekolah Staf dan Komando (Sesko) AU dalam Program Kegiatan Bersama Kejuangan (PKB Juang) di Bandung 2020 lalu.
Menurutnya, turunan produk perundang-undangan pertahanan militer dan nirmiliter diperlukan untuk memberikan maupun melengkapi peraturan perundang-undangan yang sudah ada. Baik itu beleid yang ada di ranah TNI, Polri, maupun komponen bangsa lain.
Langkah kedua adalah di tingkat organisasi. Di tataran ini harus ada pengembangan koordinasi, kerja sama, serta komunikasi di antara kedua institusi tersebut. Masing-masing institusi harus dapat meningkatkan lagi pemahaman akan jiwa korsa dan pengaplikasiannya. Sehingga, solidaritas yang bersifat fanatisme yang kebablasan dapat ditinggalkan.
Langkah ketiga terletak pada tataran program yang meliputi peningkatan kompetensi, kesejahteraan, dan pendidikan di entitas masing-masing.
Langkah ke Depan?
Keharmonisan antara TNI dan Polri memberikan harapan yang menjanjikan di masa depan. Namun demikian, tampaknya masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan guna menciptakan keharmonisan antara Polri dan TNI yang makin ideal dan didambakan oleh semua pihak.
Perbaikan hubungan TNI-Polri jelas harus dilakukan di semua lini agar perseteruan yang masih melibatkan anggota TNI-Polri yang menunjukkan ketidakharmoniasan itu, tidak akan dapat terjadi kembali. “Ini sebenar hal sepele yang membutuhkan upaya di semua lini. Artinya, pemimpin yang berintegritas harus mampu memberikan contoh,” ujar pengamat militer Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia, Beni Sukadis.
Pengamat lain juga percaya bahwa kedua instansi ini masih dapat meningkatkan dan memperbaiki koordinasi intra dan antarinstitusi. Menurut mereka ini bisa dilakukan dengan memperbanyak latihan bersama dalam operasi gabungan, latihan menghadapi bencana alam atau respon mereka seperti yang ditunjukkan ketika menghadapi pandemi covid-19. Selain itu faktor peningkatan kesejahteraan personel baik TNI maupun Polri juga ditengarai turut andil dan tidak dapat dalam penyelesaian masalah. Pendeknya upaya menuju tingkat hubungan harmoni yang lebih ideal hanya dapat berhasil bila dilakukan secara menyeluruh, komprehensif dan menyasar pada persoalan-persoalan yang sebenarnya terjadi di tingkatan bawah.
Terkait dengan upaya meningkatkan sinergitas TNI-Polri, Kapolri Sigit telah berjanji memperbanyak kegiatan yang bersifat kolaboratif. Ia meyakini, jika hal itu terlaksana, maka hubungan TNI dengan Polri akan semakin solid. Jika TNI dan Polri solid, maka akan banyak dampak positif yang didapat. Mulai dari masyarakat yang merasa nyaman, hingga ekonomi yang diharapkan adil dan makmur dapat tercapai. (Isk –dari berbagai sumber)