Anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno menilai revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) diperlukan untuk memperkuat perlindungan masyarakat, terutama ketika kasus pinjaman online ilegal (pinjol) merajalela. Masalah ini akan diselesaikan setelah pembahasan RUU Hubungan Keuangan Daerah Pusat (HKPD) selesai.
“Yang jelas dalam masa sidang, November hingga Desember, RUU HKPD akan kita finalisasikan dulu. Jadi ini berarti Komisi XI sudah menyelesaikan dua undang-undang tahun ini, yakni UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan UU HKPD, lalu mengerjakan hal lain di sektor keuangan” kata Hendrawan dalam konferensi pers Forum Legislatif tentang “Berantas pinjaman ilegal, seberapa kuat aturan OJK?” di Media Center DPR RI, Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Selasa, 19/10/2021.
Politisi PDI Perjuangan ini menjelaskan, rencana review UU OJK sudah lama diutarakan, yang sudah masuk dalam RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019-2024 dan akan dirancang sebagai omnibus law dengan undang-undang lain yang terkait dengan sektor keuangan. “Saat ini ada terutama untuk perlindungan masyarakat, masih perlu ada penguatan”, tambah Hendrawan.
Pada kesempatan yang sama, Juru Bicara OJK, Sekar Putih Djarot, menilai perlindungan masyarakat merupakan salah satu tugas pokok dan fungsi utama sebagaimana diamanatkan dalam pasal 28-31 bab IV undang-undang tersebut. “Oleh karena itu, ada mekanisme penyelesaian jika terjadi masalah. Pertama, internal dispute resolution itu yang harus dilakukan perusahaan dengan konsumennya” kata Sari Putih.
“Tapi kalau tidak memungkinkan, OJK bisa mempermudah dengan melihat fakta dan melihat kesepakatannya,” lanjutnya.