Anggota Komisi X DPR RI Himmatul Aliyah menegaskan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) tidak boleh mengabaikan nilai-nilai agama sebagai pendekatan dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi.
“Saya mengapresiasi maksud Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 sebagai upaya mewujudkan kehidupan kampus yang bebas dari kekerasan seksual. Namun, saya menilai Permendikbud ini mengabaikan nilai-nilai agama,” ujarnya dalam keterangan yang diterima Parlementaria.
Padahal, menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 31 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas menyatakan bahwa sistem pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia.
Pasal 31 ayat (3) berbunyi, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”
Sedangkan pada Pasal 31 ayat (5) berbunyi, “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”
Menurut Himma, Permendikbudristek ini mengacu pada sejumlah undang-undang, di antaranya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang mengatur tentang penyelenggaraan sistem pendidikan yang sadar nilai agama.
Namun Permendikbudristek ini mengabaikan nilai-nilai agama dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi.
Sedangkan pada pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi disebutkan, “Pendidikan Tinggi bertujuan: a. berkembangnya potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa;…”
Himma melanjutkan, agama telah mengatur hal-hal seksual, di mana ia melarang kekerasan seksual. Namun, dia menilai Peraturan Menteri Pendidikan tersebut tidak mementingkan nilai-nilai agama yang dianut masyarakat Indonesia.
“Alih-alih mencegah kekerasan seksual, Permendikbudristek ini membolehkan aktivitas seksual di kampus yang bertentangan dengan nilai-nilai agama,” kata politikus Gerindra.
Menurutnya, salah satu upaya pencegahan kekerasan seksual di perguruan tinggi adalah dengan melarang segala aktivitas seksual yang melanggar nilai-nilai agama, karena bertentangan dengan jati diri dan kepribadian bangsa yang menganut nilai-nilai Pancasila.
Dalam kesempatan ini, beliau berpesan agar setiap kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah hendaknya menempatkan kehidupan beragama dalam format bermasyarakat dan bernegara berdasarkan Pancasila, agar keluhuran agama tetap sejalan dengan kemajuan bangsa.
“Semua regulasi terkait penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi harus sejalan dengan upaya menjaga keluhuran nilai-nilai agama,” pungkasnya, meminta Mendikbud mengkaji ulang Permendikbudristek.