Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng jadi mulai 28 April 2022. Kebijakan itu akan berlaku sampai batas waktu yang ditentukan kemudian.
Veri Anggrijono, Plt Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, mengatakan saat ini pemerintah sedang membahas tindak lanjut instruksi Presiden Jokowi melalui kementerian/lembaga terkait. Pembahasan sudah dimulai dari Jumat (22/4) sore hingga Minggu (24/4) sore.
Achmad Baidowi, Anggota Komisi VI DPR, berpendapat larangan ekspor bahan baku minyak goreng, terutama Refine, Bleached, Deodorized (RBD) Olein dan minyak goreng memiliki berbagai dampak positif. Keberanian Presiden Jokowi untuk membatasi ekspor minyak nabati saat harga minyak internasional sedang tinggi patut diapresiasi. Sebab, menjaga stabilitas harga domestik menjadi prioritas utama.
Fakta bahwa naiknya permintaan minyak goreng baik itu kemasan ataupun curah saat Ramadan tidak diimbangi dengan pasokan bahan bakunya, sehingga perlu dilakukan langkah yang luar biasa.
Tetapi, tanpa adanya langkah yang pasti dari pemerintah mendorong pasokan bahan baku minyak goreng akan membuat terjadi antrian panjang masyarakat dan pelaku usaha kecil berebut minyak goreng curah. Bahkan perlu diantisipasi agar tidak ada pembelian ganda dengan menunjukkan KTP.
Selain itu, harus segera diantisipasi pula lonjakan kebutuhan minyak goreng bagi industri makanan minuman dan pelaku usaha kuliner pasca lebaran. Hal ini sejalan juga dengan pelonggaran aktivitas masyarakat diluar rumah yang membuat permintaan makanan akan terus meningkat.
Pelarangan ekspor ini hanya berlaku pada RBD olein atau bahan baku minyak goreng, sementara untuk produk turunan CPO lain tidak dilarang. Karena, selama ini RBD olein menjadi bahan baku minyak goreng curah, minyak goreng kemasan sederhana dan kemasan premium. Para pengusaha masih bisa dengan leluasa mengekspor produk CPO selain RBD olein.
Pemerintah akan terus melakukan pengawasan ketat dari produsen sampai distributor akhir. Idealnya ketika pasokan berlimpah, harga minyak goreng retail akan menurun. Satgas gabungan juga harus melakukan pengawasan minyak goreng menindak tegas oknum yang mencoba menahan stok atau mengambil marjin yang terlalu tinggi.
Baca Juga : Ketua DPR RI Ingatkan Anggota Dewan Pantau Pasokan dan Harga Pangan Jelang Lebaran
RI Larang Ekspor Minyak Goreng, Apakah Malaysia Diuntungkan?
Direktur of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan dengan diberlakukannya larangan ekspor minyak goreng oleh pemerintah ini akan menguntung Malaysia sebagai pesaing CPO Indonesia dan juga negara lain yang memproduksi minyak nabati alternatif seperti soybean oil dan sunflower oil.
Menurut Bhima, sebenarnya kalau hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tidak perlu sampai stop ekspor. Kebijakan ini akan mengulang kesalahan stop ekspor mendadak pada komoditas batubara pada Januari 2022 lalu. Justru yang harus dilakukan pemerintah adalah cukup mengembalikan kebijakan domestic market Obligation (DMO) CPO 20 persen.
Berdasarkan catatannya, pada Maret 2022 jumlah ekspor minyak sawit di Indonesia mencapai 3 miliar dollar AS yaitu setara dengan Rp 43 triliun dihitung dari kurs Rp 14.436 per dollar AS.
Apa yang Harus Diantisipasi Pemerintah Dari Pelarangan Ekspor Minyak Goreng?
Kelebihan Pasokan (over supply)
Dengan diberlakukannya larangan ekspor minyak goreng, di dalam negeri akan mengalami kelebihan pasokan (over supply) yang justru akan menurunkan harga crude palm oil (CPO) sehingga minyak goreng dan produk hilir lainnya lebih murah.
Pemerintah perlu mengantisipasi dampak dari penurunan harga sawit rakyat akibat kelebihan pasokan. Karena, terdapat 34,2 juta ton minyak sawit semula di ekspor akan membanjiri domestic yang hanya menyerap 18,4 juta ton pada tahun 2021.