humasri.com – Presidensi G20 Indonesia jalur keuangan, mendorong pemulihan ekonomi yang lebih kuat dengan menangani lima isu strategis global. Tanggapan terhadap lima isu strategis tersebut tercermin dalam rangkaian side event G20, Finance and Central Bank Deputies (FCBD), dan Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (FMCBG) di Bali.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan respons pertama terkait dengan pembentukan sistem kolaborasi dan kerjasama global untuk mengatasi tantangan kerawanan pangan. Kedua, menjaga stabilitas dan memperkuat pemulihan ekonomi melalui bauran kebijakan.
“Penguatan kebijakan moneter dan makroprudensial melalui reformasi struktural, merancang Central Bank Digital Currency (CBDC) untuk interoperabilitas dan pembayaran lintas batas, dan mengembangkan kerangka kerja untuk membiayai transisi ke net zero emission,” katanya pada Gala Seminar di Nusa Dua, Bali, Minggu, 17 Juli 2022.
Seperti yang kita semua tahu, otoritas pengambilan keputusan dunia saat ini menghadapi lima isu strategis global. Pertama, bagaimana mengatasi isu kesehatan akibat pandemi virus corona dan ketahanan pangan akibat gangguan pasokan.
Kedua, bagaimana mengintegrasikan berbagai kebijakan makroekonomi ke dalam bauran kebijakan yang efektif. Ketiga, bagaimana menerapkan bauran kebijakan yang baik, menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta memperkuat pemulihan ekonomi.
Keempat, bagaimana merancang CBDC sehingga dapat memfasilitasi koneksi pembayaran lintas batas dengan tetap menjaga stabilitas sistem moneter dan keuangan, serta lebih lanjut memitigasi dampak negatif aset kripto terhadap stabilitas sistem keuangan melalui kerangka regulasi yang efektif.
Kelima, bagaimana sinergi antara upaya transisi, termasuk dukungan keuangan berkelanjutan untuk net sero carbon emissions. Kelima pertanyaan tersebut dilatarbelakangi oleh tingginya inflasi dan rapuhnya pemulihan ekonomi global yang melemah.
Perry menambahkan, bahwa perang yang sedang berlangsung di Ukraina, bersama dengan tindakan kebijakan untuk menanggapi perang, dan munculnya COVID-19 di beberapa negara telah memperpanjang gangguan rantai pasokan. Situasi ini sejalan dengan inward looking, terutama untuk komoditas pangan di beberapa negara.
Ia menambahkan, situasi tersebut telah mendorong kenaikan harga komoditas internasional secara signifikan sehingga menambah tekanan inflasi global. Menyikapi hal tersebut, beberapa negara mulai memperketat kebijakan moneter yang dapat menghambat pemulihan ekonomi global dan meningkatkan risiko stagflasi.
“Pertumbuhan ekonomi di negara-negara ekonomi utama juga diperkirakan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. Dalam jangka panjang, hal ini meningkatkan ketidakpastian di pasar keuangan global, sekaligus meredam arus modal asing dan memperburuk tekanan mata uang di negara berkembang. Selanjutnya, dalam gala seminar yang berlangsung, dielaborasi respons terhadap kelima isu global dimaksud,” pungkasnya.
Baca Juga : Ratusan Delegasi Hadiri Pertemuan Ketiga FMCBG di Bali