HumasRI – Indonesia akan menjadi tuan rumah KTT G20 untuk pertama kalinya. Indonesia yang telah ditunjuk sebagai presidensi akan menjadi tuan rumah acara super penting yang dihadiri oleh para pemimpin 20 ekonomi terbesar dunia. Mega event tersebut dijadwalkan berlangsung pada 15-16 November 2022 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Provinsi Bali.
G20 merupakan forum kerja sama multilateral yang beranggotakan 19 negara besar dan Uni Eropa (UE). G20 merupakan gabungan antara negara berpenghasilan menengah ke atas dan negara berkembang hingga negara maju. G20 mewakili lebih dari 60% populasi dunia, 75% perdagangan global, dan 80% produk domestik bruto (PDB) dunia.
G20 dibentuk pada tahun 1999 oleh beberapa negara maju dan sebelumnya dikenal dengan nama G7. Ketika krisis keuangan global terjadi pada tahun 2008, Amerika Serikat (AS) memprakarsai pertemuan dengan kepala negara atau pemerintahan untuk membentuk G20. Jika G20 dimulai sebagai forum para menteri keuangan (menkeu) dan para gubernur bank sentral, maka sejak 2010, pertemuan para menteri telah meluas mencakup perdagangan, diplomasi, pertanian, dan teknologi informasi terkini.
Baca Juga : Presidensi G20 Indonesia Dorong Pemulihan Ekonomi Global
Anggota G20 Tumbuh Bersama
G20 pada awalnya merupakan pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral. Salah satu kontribusi G20 yang paling nyata adalah keberhasilannya dalam menanggapi krisis keuangan global 2008. Indonesia juga berhasil keluar dari krisis dengan fundamental ekonomi yang kuat, dan baik sektor keuangan maupun perbankan mampu bertahan dari tekanan krisis keuangan, krisis global. Alhasil, perekonomian Indonesia tumbuh cukup tinggi sebesar 6,1%.
Misi pertumbuhan global yang kuat, berkelanjutan, seimbang dan inklusif sekali lagi menjadi tantangan. G20 harus menghadapi ancaman krisis energi agar perekonomian seluruh negara anggota dapat mengatasi tantangan 14 tahun lalu. Sebagai tuan rumah, Indonesia yang mengangkat tema ‘Recover Together, Recover Stronger’, berharap dapat mengajak dunia untuk bergandengan tangan, saling mendukung, dan pulih bersama untuk menjadi lebih kuat dan berkelanjutan.
Tentu saja, peran bank sentral akan menentukan arah kebijakan ekonomi ke depan. Bahkan Bank Indonesia (BI) bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan pertumbuhan ekonomi domestik dengan menjaga suku bunga di 3,5%, sangat berperan penting dalam melindungi negara melalui masa-masa sulit seperti sekarang.
Setelah perekonomian belum pulih akibat pandemi Covid-19, kini dampak perang di Ukraina juga melanda perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, sangat tepat bagi BI untuk membahas sepenuhnya dengan semua bank sentral anggota G20 kebijakan untuk memastikan bahwa semua negara muncul bersama bahkan lebih kuat dari sebelumnya.
Dalam pertemuan pertama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 (pertemuan FMCBG) di Jakarta pada 17-18 Februari 2022, BI membuktikan kapasitas dan kompetensinya sebagai tuan rumah dengan membujuk bank sentral lain untuk satu suara. BI meluncurkan komunike yang berhasil mengajak seluruh anggota G20, terutama yang berada di negara maju, untuk berkomitmen mendorong pemulihan ekonomi dan mendukung pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
Kesepakatan penting yang dicapai adalah inisiatif untuk menunda pembayaran utang bagi negara-negara miskin, diikuti dengan peningkatan kebijakan pengelolaan utang, dan strategi mitigasi dampak perubahan iklim global. Pada pertemuan lanjutan, BI juga menyampaikan bahwa G20 sepakat untuk saling memperkuat sistem keuangan internasional dalam mendukung percepatan pemulihan ekonomi.
Semua bank sentral G20 telah memperkuat struktur dan ketahanan sistem keuangan internasional. Komitmen tersebut diwujudkan dalam Konferensi FMCBG ke-4 yang diselenggarakan di Nusa Dua, Bali pada 16-17 Juni 2022. Dari rangkaian pertemuan antara menteri keuangan dan gubernur bank sentral, jelas bahwa BI tidak hanya memikirkan dirinya sendiri, tetapi negara lain yang membutuhkan bantuan karena situasi yang penuh ketidakpastian belakangan ini. Semua itu bisa terwujud berkat kredibilitas dan kepercayaan dunia kepada Indonesia selaku tuan rumah.
Baca Juga : Jalur Keuangan Presidensi G20 Indonesia, Jawab 5 Isu Strategis Global
Jembatan Perdamaian Dunia
G20 tidak memiliki sekretariat bersama sejak awal. Untuk mencapai kesinambungan kepemimpinan, setiap anggota bergiliran memimpin rapat, yang diadakan secara rutin setiap tahun. Konsekuensi menjadi tuan rumah adalah kepala negara otomatis menjadi presidensi G20. Kepresidenan Indonesia akan berlangsung dari 1 Desember 2021 hingga KTT pada kuartal keempat tahun 2022.
Indonesia menjadi negara berkembang pertama yang terpilih menduduki kursi kepresidenan yang akan menggelar KTT G20 ke-17. Presiden Joko Widodo pun menyandang status sebagai RI 1 dalam sejarah yang pertama mendapatkan amanat ‘jabatan’ bergengsi dan penting tersebut.
Bagaimana tidak? Presidensi G20 berarti Indonesia ditunjuk sebagai ketua atau koordinator, membawahi kekuatan ekonomi seperti Amerika Serikat, Cina, Jepang, Jerman, Inggris, India, Rusia, dan Turki. Faktanya, tidak semua anggota G20 rukun. Misalnya, Amerika Serikat dan China terlibat dalam perang dagang untuk menjadikan diri mereka ekonomi terbesar di dunia.
Bahkan sekarang, G20 memiliki dua kubu dalam perang antara Rusia dan Ukraina. Dinamika luar biasa yang muncul tentu sangat menyulitkan Indonesia untuk menduduki kursi presidensi G20. Indonesia tentu tidak bisa tinggal diam terhadap anggota G20 yang saat ini terbagi menjadi dua blok besar.
Misalnya, jika Indonesia mengundang Presiden Putin, Amerika Serikat tidak akan berpartisipasi dalam Forum Dunia. Begitu juga jika tuan rumah menuruti keinginan Amerika Serikat dan negara-negara Eropa lainnya, seperti Ukraina yang bukan anggota G20, Rusia juga telah memastikan untuk tidak ikut. Perbedaan yang semakin tajam itu ternyata disikapi arif oleh pemerintah RI.
Presiden Jokowi tetap bergeming dengan tekanan dari kedua kubu. Dia masih berpegang teguh pada aturan KTT G20 yang disepakati sejauh ini. Dia memutuskan untuk mengundang semua peserta. Seperti yang ditegaskan Jokowi, Indonesia tetap berada di koridor sebagai negara nonblok. Tidak hanya diam dan pasif.
Jokowi juga menyempatkan diri untuk bertemu dengan Presiden AS Joe Biden di Gedung Putih di Washington, D.C., pada 12 Mei 2022. Jokowi juga bertemu dengan Presiden Xi Jinping di Beijing pada 26 Juli 2022. Kedua kunjungan ini sangat strategis dan menunjukkan posisi Indonesia. Persiapan menjadi tuan rumah KTT G20. Langkah ini juga bertujuan untuk memungkinkan kedua negara dengan ekonomi terbesar di dunia untuk menghadiri pertemuan puncak di Bali pada bulan November.
Itu tidak berakhir di sana. Jokowi juga menyempatkan diri untuk mengunjungi Kyiv, Ukraina, di mana ia bertemu dengan Presiden Volodymyr Zelenskyy dan melakukan perjalanan ke Moskow, Rusia, pada akhir Juni lalu untuk bertemu dengan Presiden Vladimir Putin. Indonesia memang tidak memiliki kemampuan untuk secara langsung mencegah kedua negara berperang. Namun setidaknya Jokowi dalam misi damai dengan mengacu pada perang yang mengganggu rantai pasokan global. Jika dibiarkan, situasi ini bisa mengancam krisis pangan dunia.
Indonesia tidak ingin terjebak dalam kubu, tetapi ingin menjalin hubungan baik dengan semua negara. Tujuannya sebenarnya hanya satu: menjaga kepentingan nasional, termasuk kepentingan ekonomi, tidak terganggu.
Karena bagaimanapun, jika perang dagang AS-China, perang daratan Rusia dan Ukraina berlarut-larut, rakyat Indonesia juga akan dirugikan. Jokowi telah menunjukkan bahwa Presidensi G20 dapat menjadi jembatan untuk menciptakan perdamaian dunia, atau setidaknya mengurangi ketegangan antar negara yang saling berhadapan.
Dengan demikian, bisa dikatakan Indonesia menorehkan sejarah di kancah dunia. Dalam tatanan global, Presidensi G20 telah berjalan dengan baik dan ditandai dengan kemampuannya untuk mengayomi semua anggota. Buat semua anggota G20 merasa nyaman di Nusa Dua, Bali. Bahkan pada pertemuan pendahuluan di tingkat menteri keuangan dan gubernur bank sentral, keputusan konkrit telah diambil.
Dengan tahapan yang berbeda ini, saya yakin KTT G20 akan berjalan lancar. Ketika para pemimpin dunia bertemu di Bali, ketegangan yang muncul di dunia akan bisa mereda. Dengan cara ini, Indonesia tidak hanya akan membuat sejarah besar, tetapi juga menorehkan tinta emas di bawah kepemimpinan G20 selama krisis dunia.
Baca Juga : C20 : Presidensi G20 Indonesia Atasi Isu-isu Masyarakat