JAKARTA – PT Pupuk Indonesia (Persero) mencatat bahwa hampir separuh dari total petani yang terdaftar di Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) belum menebus jatah pupuk subsidi mereka. Hingga Agustus 2025, tercatat 6,89 juta petani dari 14,9 juta yang terdaftar belum mengambil jatahnya. Angka ini setara dengan 46,2% dari total petani yang berhak menerima.
Hal itu diungkapkan SVP Strategi Penjualan dan Pelayanan Pupuk Indonesia, Deni Dwiguna Sulaeman, dalam sebuah diskusi publik di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Kamis (25/9/2025).
Sebagian Besar Petani Belum Merasa Butuh
Menurut Deni, Pupuk Indonesia mencoba mendekati para petani yang belum menebus pupuk bersubsidi. Pihaknya menemukan alasan beragam. Meskipun ada beberapa petani yang sudah meninggal atau alih profesi, jumlahnya tidak signifikan.
“Memang yang besar itu justru alasannya ‘saya belum butuh, nanti musim tanam berikutnya’,” jelas Deni.
Kondisi ini membuat Pupuk Indonesia harus bekerja ekstra. Mereka berupaya jemput bola ke kelompok tani maupun penyuluh untuk memastikan penyaluran pupuk subsidi berjalan optimal. Mereka juga memetakan 6,89 juta petani yang belum menebus jatah pupuknya, untuk memastikan apakah mereka belum mendapatkan sosialisasi yang baik atau memang ada kendala lain.
Validasi Data RDKK Menjadi Kunci
Di sisi lain, Pupuk Indonesia mendorong Kementerian Pertanian (Kementan) untuk segera melakukan perbaikan dan validasi data RDKK. Validasi data ini dianggap sebagai kunci utama untuk mengoptimalkan penyaluran pupuk bersubsidi.
Deni menjelaskan, Pupuk Indonesia harus menyalurkan pupuk sesuai dengan regulasi yang ada. Pihaknya tidak boleh menyalurkan di luar data RDKK karena hal itu merupakan sebuah pelanggaran.
“Kalau itu terjadi, itu pelanggaran Pak ke kami, termasuk jaringan kami. Sampai di titik serah, kios, itu akan mendapat sanksi, baik sifatnya administratif maupun sampai ke hal-hal yang sifatnya pidana,” tegas Deni.