Anggota Komisi X DPR RI Esti Wijayati. Foto: Jaka/nvl
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi X DPR RI dengan para pakar pendidikan, Anggota Komisi X DPR RI My Esti Wijayati sempat mempertanyakan dampak pengaruh atas pengangkatan guru honorer baggi dunia pendidikan, apabila tidak melalui proses seleksi seperti yang diatur dalam perundang-undangan yang ada.
“Bagaimana kalau kita mengangkat guru honorer ini jika seandainya tidak melalui seleksi, di luar permasalahan mengenai bahwa hal itu tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Apakah yang akan terpengaruh dalam dunia pendidikan kita,” kata Esty di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/3/2021).
Pertimbangan pengangkatan guru honorer tanpa seleksi tersebut dipertanyakannya mengingat banyak dari para guru honorer tersebut yang telah mengabdikan dirinya pada dunia pendidikan dalam rentang waktu yang cukup lama.
“Kalau memang tidak ada ada pengaruh sama sekali terhadap dunia pendidikan kita, guru-guru yang sudah melakukan pengabdian yang sangat tinggi tersebut maka bisa kita loloskan saja. Tidak perlu memakai seleksi, kalau sekiranya itu tidak akan ada dampak besar bagi dunia pendidikan kita di masa-masa yang akan datang,” tuturnya.
Dari paparan yang disampaikan oleh para pakar yang hadir, Esty mengaku banyak mendapatkan masukan sangat penting. “Ternyata persoalan kita tidak sekedar bagaimana proses pengangkatan guru honorer menjadi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) atau PNS semata, tetapi persoalan besar kita adalah dunia pendidikan secara keseluruhan, termasuk juga tentang bagaimana peta jalan pendidikan kita, bagaimana visi ke depan pendidikan, dan bagaimana tenaga kependidikan secara keseluruhan,” ungkapnya.
Ia juga menyatakan, kepentingan terkait keberadaan guru honorer untuk kemudian diangkat menjadi ASN perlu dilengkapi dengan beberapa data yang sangat penting, yaitu harus diketahui secara detail seberapa besar kebutuhan akan guru tersebut.
“Seperti yang telah disampaikan oleh para narasumber, bahwa secara internasional, sebenarnya jumlah guru yang ada Indonesia sudah terlalu banyak. “Persoalannya adalah pada pemerataannya dan kompetensinya,” terangnya.
Hadir sebagai narasumber dalam RDPU Komisi X DPR RI tersebut, Pakar Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Ina Liem dan Prof. Solehudin, Pakar Keuangan Negara Dr. W. Riawan Tjandra, SH, M.Hum, Pakar Kebijakan Publik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Prof. Cecep Darmawan dan Prof Dr. Hafid Abbas. (dep/es)