Evolusi dunia yang sangat pesat yang ditandai dengan revolusi industri 4.0. Revolusi teknologi harus disikapi dengan hati-hati dan untuk menghadapinya diperlukan sikap yang bijak dalam perkembangan teknologi serta dituntut aktif dalam akuisisi beberapa teknologi baru, khususnya teknologi digital.
Untuk itu, Presiden Joko Widodo berpendapat bahwa pengembangan sumber daya manusia (SDM) harus menjadi perhatian. Dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi, harus dapat membantu siswa mengembangkan bakatnya.
“SDM harus benar-benar menjadi perhatian kita. Perguruan tinggi kita harus memudahkan mahasiswa untuk mengembangkan bakatnya. Jangan sampai dibatasi oleh program fakultas,” kata Presiden saat memberikan arahan kepada para peserta pelatihan Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XXIII dan Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXII Tahun 2021 Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia di Istana Negara, Jakarta, pada Rabu, 13 Oktober 2021.
Menurutnya, ke depan akan banyak lapangan pekerjaan yang hilang dan akan bermunculan jenis-jenis pekerjaan baru, sehingga mahasiswa harus mampu memahami berbagai perkembangan ilmu pengetahuan yang terus berkembang seperti matematika statistika, ilmu komputer, bahasa Inggris hingga bahasa pemrograman.
“Perkembangan seperti ini, kalau tidak kita antisipasi, bisa langsung hilang. Jadi mungkin fakultas kedokteran harus mulai mengadakan kelas robotik sesegera mungkin.”, jelasnya.
Oleh karena itu, Presiden mengingatkan agar perguruan tinggi dan universitas harus mampu mendorong mahasiswanya untuk belajar dimana saja, dengan siapa saja, berani mencoba hal baru dan tidak terjebak rutinitas. Hingga diberi kesempatan untuk belajar di perusahaan teknologi.
“Letakkan mahasiswa di perusahaan teknologi untuk mengajari mereka. Misalnya apa itu hyperloop, apa itu Splash X, apa itu robotika canggih. Semuanya penting, karena kecepatan perubahannya benar-benar sangat cepat.”, tambahnya.
Selain itu, perguruan tinggi juga harus mampu mencetak dan menghasilkan peserta didik yang lebih tinggi dan utuh, sehat jasmani dan rohani, berakhlak mulia, berjiwa nasionalisme yang baik.
“Jangan sampai nanti di dalam kampus dididik mengenai kebangsaan, mengenai Pancasila, tetapi nanti di luar kampus ada yang mendidik lagi menjadi ekstremis garis keras atau radikal garis keras,” tandasnya.