HumasRI – Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo meminta masyarakat mengonsumsi singkong, sorgum, dan sagu sebagai pengganti gandum yang harganya melambung tinggi dampak perang Rusia-Ukraina.
Harga gandum dunia rata-rata $780,4 per gantang, menurut data Trading Economics pada Selasa (9/8). Harga ini naik 9,74% dari tahun lalu.
Pasalnya, Indonesia masih mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan gandum dalam negeri. Jadi jika terus berlanjut, biaya yang dikeluarkan cukup besar.
“Kalau saya sih jelas tidak setuju (impor gandum terus). Kita apapun sekarang makan saja, makan saja singkong, makan saja sorgum, makan saja sagu,” ujarnya dalam webinar online dikutip Selasa (9/8).
Menurut Mentan, produk gandum masih tersedia tetapi tidak bisa meninggalkan Ukraina karena perang yang sedang berlangsung. Oleh karena itu, kelangkaan menyebabkan harga melambung.
Salah satu produk yang akan naik harganya karena harga gandum melambung adalah mie. Karena gandum merupakan bahan baku utama pembuatan mie.
“Jadi orang yang makan mie gandum besok harus hati-hati, harganya akan (naik) tiga kali lipat,” jelasnya.
Dia menambahkan, pemerintah sedang mencari solusi untuk masalah tersebut. Hal ini bertujuan untuk memperkuat ketahanan pangan Indonesia, bahkan di saat krisis.
“Ini yang kita hadapi, tantangan ini enggak kecil terutama di Kementan. Kita lawan yuk (impor),” serunya kepada seluruh peserta webinar.
Bukan hanya gandum, masalah lain yang muncul dari konflik global adalah pasokan pupuk yang stagnan di Indonesia yang juga merupakan importir pupuk dari Rusia dan Ukraina.
“Ukraina dan Rusia juga pemasok pupuk terbesar dunia, karena ada posfat, kalium yang terbesar, dan naiknya harga pupuk di dunia itu 3-5 kali lipat dari harga sekarang karena persolan konektivitas yang tidak berjalan normal,” jelasnya.
Menyikapi hal tersebut, Mentan meminta petani dan akademisi untuk menggunakan pupuk organik. Pasalnya, konflik dapat membuat pupuk menjadi mahal, sehingga pemerintah kemungkinan mengurangi subsidi pupuk.
“Kalau tunggu pupuk subsidi pasti tidak bisa itu, kita adaptasi dengan cara kita, banyak orang yang sukses tanpa menggunakan pupuk subsidi,” tandasnya. “Semua kearifan lokal, misalnya air dicampur terasi, dicampur doa ternyata hasilnya bagus, kita coba pikir seperti itu. Saya berharap cara memupuk harus kita perbaiki, harus bisa, jangan tunggu pupuk turun, yang ada di dunia adalah krisis pupuk,” imbuh Mentan.
Baca Juga : Update PMK di Indonesia : 1,1 Juta Hewan Ternak Sudah Divaksinasi