JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa secara resmi menunda penerapan pungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 bagi pedagang online. Kebijakan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 37 Tahun 2025 ini ditahan pelaksanaannya hingga perekonomian nasional menunjukkan pemulihan yang kuat.
Keputusan penundaan ini menjadi kabar baik bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang beroperasi di marketplace. Sebelumnya, rencana pemungutan PPh 0,5% dari omzet ini menuai reaksi keras dari pelaku usaha digital.
Purbaya menegaskan bahwa pemerintah tidak ingin kebijakan fiskal baru justru mengganggu daya beli masyarakat di tengah upaya pemulihan ekonomi.
Alasan Menunda: Menunggu Dampak Stimulus
Menkeu Purbaya menjelaskan bahwa penundaan ini adalah taktik untuk memastikan stimulus ekonomi yang digelontorkan pemerintah bekerja optimal.
“Kami tidak akan mengganggu daya beli sebelum dorongan ekonomi masuk ke sistem perekonomian,” kata Purbaya.
Dia merujuk pada kebijakan penempatan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun di bank-bank Himbara yang ditujukan untuk memacu kredit dan meningkatkan konsumsi. Pungutan PPh Pasal 22 tersebut baru akan dipertimbangkan kembali setelah dampak kebijakan stimulus tersebut terlihat nyata.
Secara spesifik, Purbaya bahkan memberi patokan angka. “Let’s say ekonomi tumbuh 6 persen atau lebih. Baru saya pertimbangkan (realisasi pajak e-commerce). Jadi menterinya saya,” tegasnya.
Sistem Sudah Siap, Pelaksanaan Ditahan
Meskipun penundaan ini dilakukan, Purbaya membantah bahwa sistem pemungutan pajak di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) belum siap.
“Sistem sudah siap. Kami sudah mengetes sistemnya. Uangnya sudah bisa diambil beberapa. Jadi sistemnya sudah siap,” imbuhnya.
Aturan PMK 37/2025 sendiri mewajibkan marketplace untuk bertindak sebagai pemungut PPh Pasal 22 sebesar 0,5% dari omzet bruto pedagang. Namun, aturan ini membebaskan pedagang dengan omzet di bawah Rp500 juta, sesuai dengan ketentuan PPh Final UMKM.