JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan korupsi pada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh. Penyelidikan ini sudah berjalan sejak awal 2025. Fokus utamanya adalah pada sektor pembebasan lahan.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, telah membeberkan modusnya. KPK menemukan praktik yang merugikan keuangan negara.
Modus Oknum Jual Tanah Negara Kembali ke Negara
Asep Guntur menjelaskan ada praktik aneh. Oknum-oknum tertentu diduga menjual kembali tanah milik negara kepada negara sendiri. Ini terjadi dalam proses pengadaan lahan untuk Whoosh.
“Ada oknum-oknum, di mana yang seharusnya ini milik negara, tetapi dijual lagi ke negara,” ujar Asep. Tanah-tanah ini seharusnya tidak perlu dibayar negara. Jika pun perlu konversi, itu dilakukan dengan lahan lain.
Namun, dalam praktiknya, tanah negara ini dimanipulasi. Kepemilikannya diatur seolah-olah dimiliki pihak tertentu. Kemudian, oknum menjualnya kembali kepada pemerintah.
Penyelidikan KPK Soroti Mark Up Harga yang Tidak Wajar
KPK menduga ada penggelembungan harga atau mark up besar-besaran. Tanah tersebut dijual dengan harga yang sangat tinggi. Harganya jauh di atas harga pasar. Hal ini membuat negara harus mengeluarkan uang untuk membeli asetnya sendiri.
“Bagi yang pembayarannya tidak wajar, mark up, dan lain-lain, apalagi bukan tanahnya, ini tanah negara, dengan berbagai macam cara… sehingga mereka mendapat sejumlah uang,” jelas Asep.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid sudah angkat bicara. Ia mengaku belum tahu detail kasus ini. Namun, ia memastikan kementeriannya siap kooperatif. ATR/BPN siap memberikan data yang dibutuhkan KPK.
KPK menegaskan penyelidikan ini tidak akan mengganggu operasional Whoosh. Fokus KPK adalah pada oknum-oknum yang memanfaatkan proyek strategis nasional ini. Mereka mencari keuntungan pribadi yang merugikan negara. KPK pun meminta oknum yang terlibat segera mengembalikan uang yang didapat.