kemenag.go.id – Om Swastyastu. Umat Sedharma yang berbahagia. Setiap anggota keluarga hendaknya percaya dan rajin berbakti kepada Tuhan, saling menyayangi sesama anggota keluarga dan menanamkan cinta kasih dengan alam lingkungan. Manusia diuji dengan berbagai ujian dari Tuhan dalam setiap perubahan zaman.
Dari apa yang terjadi, agama hadir sebagai penyejuk untuk meciptakan keselarasan kehidupan. Penguatan agama dibentuk dari unsur yang terkecil, yaitu keluarga. Di dalam keluarga, dibekali dengan penguatan ajaran agama sebagai tuntunan dalam hidup, yang disebut dengan tiga kerangaka dasar agama Hindu, yaitu: Tatwa, Etika, dan Upacara.
Tatwa adalah pengethuan suci tentang agama. Etika adalah bagaimana manusia menjalani kehidupan dengan berperilaku yang baik. Dan upacara merupakan tingkatan nilai korban suci yang dilakukan setiap hari yang dipersembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Umat sedharma yang berbahagia. Kita semua adalah umat ciptaan Tuhan. Dalam ajaran Hindu, kita diajarkan tentang Vasudhaiva Kutumbakam (Sansekerta). Kata ini berasal dari “Vasudha”, bumi, “iva” = adalah sebagai, dan “Kutumbakam” yang berarti keluarga). Ini adalah ungkapan bahasa Sansekerta yang berarti bahwa seluruh dunia adalah satu keluarga tunggal/bersaudara tanpa membedakan agama, suku, bahasa, bangsa, budaya, tradisi, warna kulit.
Dijelaskan pada kitab Bagawad Gita III.10: Saha-yajnah prajah srstva. Purovaca prajapatih. Anena prasavisyadhvam. Esa vo ‘stv ista-kama-dhuk. “Sesungguhnya sejak dahulu dikatakan, Tuhan setelah menciptakan manusia melalui yajna, berkata: dengan (cara) ini engkau akan berkembang, sebagaimana sapi perah memenuhi keinginanmu (sendiri)”.
Berdasarkan rumusan dalam Bhagawad Gita III.10 di atas, dapat dinyatakan bahwa, secara filosofis Tri Hita Karana adalah membangun kebahagiaan dengan mewujudkan sikap hidup yang seimbang antara berbakti kepada Sang Hyang Widhi. Tri Hita Karana sebagai sebab mencapai keharmonisan:
a. Parhyangan, artinya manusia hendaknya menjaga keharmonisan dengan Tuhan. Ini dapat diimplementasikan melalui upacara-upacara keagamaan, sembahyang, beryajna, dan lain-lain.
b. Pawongan, artinya manusia hendaknya menjaga keharmonisan antar sesama manusia. Perlu dipahami, Tri Kerukunan Umat Beragama adalah kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat beragama, dan kerukunan antara umat beragama dan pemerintah.
c. Palemahan, artinya bahwa manusia hendaknya menjaga keharmonisan kepada alam atau lingkungan hidup, misalnya: menjaga kelestarian alam agar tetap terjaga keasriannya.
Tri Hita Karana pada hakikatnya adalah “sikap hidup yang seimbang antara memuja Tuhan dengan mengabdi pada sesama manusia, mengembangkan kasih sayang pada sesama manusia, serta mengembangkan kasih sayang pada alam lingkungan”.
Keharmonisan akan membawa kehidupan yang sejahtera lahir dan batin. Keharmonisan itu wujud dari kebenaran dan kesucian. Hubungan yang harmonis dan dinamis berdasarkan yadnya antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama dan manusia dengan lingkungan alam, harus diamalkan dalam kehidupan individu, keluarga, desa adat, dunia kerja, dan dalam kehidupan global. Hubungan harmonis diperlukan untuk menjadikan Indonesia Shanti
Om Shanti, Shanti, Shanti Om
I Dewa Made Artayasa (Pembimas Hindu Jawa Tengah)