Anggota Komisi VII DPR RI Ratna Juwita Sari saat rapat dengar pendapat dengan Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa, di Gedung DPR RI, Senin (15/3/2021). Foto: Geraldi/nvl
Komisi VII DPR RI mempertanyakan kelanjutan proyek pembangunan pipa transmisi gas bumi ruas Cirebon-Semarang (Cisem) kepada Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Pasalnya proyek tersebut menjadi salah satu proyek strategis nasional dan sudah ditetapkan pemenang lelangnya sejak tahun 2006 silam.
Saat rapat dengar pendapat dengan Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa, di Gedung DPR RI, Senin (15/3/2021), Anggota Komisi VII DPR RI Ratna Juwita Sari menilai salah satu proyek strategis nasional ini dapat dikatakan mangkrak sejak 15 tahun silam. Padahal gas menjadi salah satu resources clean energy yang sangat dibutuhkan saat ini. Untuk itulah pembangunan infrastruktur menjadi penunjang adanya transmisi energy, memang sangat dibutuhkan masyarakat.
“Saya melihat ada solusi yang sudah ditawarkan oleh BPH Migas, namun menurut saya hal itu masih normatif. Tidak ada perbedaannya antara lelang pada tahun 2006 lalu dengan penunjukan di tahun 2021 ini, sehingga BPH Migas bisa menyatakan bahwa Bakrie Brother ini menjadi pihak yang sanggup untuk menjalankan proyek tersebut,” ujar Ratna.
Politisi Fraksi PKB ini berharap ketika proyek pembangunan pipa transmisi gas bumi ruas Cirebon-Semarang ini dialihkan ke PT Bakrie Brother, yang notabene merupakan pemenang lelang ke dua setelah PT Rekayasa Industri (Rekind), maka hal tersebut harus benar-benar bisa berjalan dengan baik dan sesuai target.
Sementara itu anggota Komisi VII DPR RI Kardaya Wanika mengakui bahwa benar dalam sebuah lelang bila pemenang pertama tidak sanggup menjalankan proyek akan beralih ke pemenang kedua, begitu seterusnya. Namun hal tersebut tentu tidak berlaku jika ketidaksanggupan tersebut telah terjadi selama lima belas tahun seperti yang terjadi pada proyek pembangunan pipa transmisi gas bumi ruas Cirebon-Semarang ini.
“Masalahnya mundurnya setelah 15 tahun kemudian, yang tentu asumsinya berbeda, asumsi gas dari Kaltim ke Jawa juga sudah tidak ada. Sehingga rencana pembangunannya juga berbeda. sehingga tidak logis kalau lelang 15 tahun yang lalu dijadikan sebagai penunjukan untuk proyek sekarang. Itu kalau dilakukannya saat itu boleh. Permasalahan utamanya, jangan sampai kita masuk dalam hal yang sama, terbengkalai lagi,” tegas Kardaya.
Tidak hanya itu, politisi dari Fraksi Partai Gerindra ini juga mengingatkan BPH Migas untuk memastikan terlebih dahulu pasokan gasnya di ruas tersebut, apakah ada atau mengalir atau tidak. Karena kalau tadinya ada, kemudian saat ini tidak ada gas mengalir di situ, maka secara bisnis gas trasportasi bisa dituntut. “Memberikan janji akan ada gas tapi ternyata setelah terlanjur menerima penunjukan proyek tersebut, malah tidak ada gasnya,” tukas Kardaya.
Dalam RDP yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno dan Alex Noerdin itu, Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa mengatakan sesuai dengan aturan BPH Migas, setelah PT Rekind mundur dari proyek Cirebon-Semarang (Cisem), maka akan ditawarkan kepada pemenang lelang kedua dan ketiga pada saat tahun 2006 lalu. Ia pun mengatakan bahwa PT Bakrie & Brothers sebagai pemenang lelang kedua telah menyatakan kesiapannya membangun ruas Cisem dengan ketentuan toll fee yang disepakati pada lelang 2006 lalu.
Dia mengatakan, ada potensi gas dari Jambaran Tiung Biru (JTB) sebanyak 75 MMSCFD yang tidak terpakai. Alokasi gas 75 MMSCFD inilah yang bisa disalurkan ke pipa Gas Cirebon-Semarang dengan mengintegrasikan dengan pipa Gresik-Semarang. (ayu/es)