Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin. Foto: Runi/nvl
Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin menyarankan agar pemerintah untuk sering-sering bertemu petani garam. Hal itu disampaikan menyusul rencana pemerintah yang ingin melakukan impor garam pada tahun ini, saat rapat kerja bersama Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi beberapa waktu lalu.
“Sering-seringlah mereka itu ketemu petani garam. Kasih support yang baik, ajak dialog dan kasih solusi. Ini kok malah bikin menjerit para petani secara spontan dan membuat kaget banyak pihak,” tukas Akmal di Jakarta, Rabu (17/3/2021).
Politisi PKS ini mengaku mendapat banyak sekali keluhan dan curhatan dari petani-petani garam rakyat di berbagai daerah. Akmal merasakan psikologis para petani garam tersebut, apalagi dirinya juga besar dilingkungan pantai di Bone Sulawesi Selatan yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai nelayan dan menggantungkan kehidupannya dari laut.
Andi mengatakan, persoalan garam ini terutama garam industri, mirip-mirip dengan persoalan beras. Tiap tahun tidak ada penyelesaian. Setiap tahun selalu memunculkan polemik. Padahal, semua pihak sudah memahami bahwa kebutuhan bangsa kita akan garam pada kendala kualitas untuk memenuhi kebutuhan industri.
Sementara terkait ketersediaan garam nasional kita, sambung Akmal, sangat cukup untuk memenuhi itu semua kebutuhan baik Industri maupun konsumsi bahkan berlebih jika pengelolaannya baik.
“Saya sejak masuk DPR 2014, sudah berteriak-teriak kepada pemerintah untuk menyelesaikan persoalan impor garam ini. Kini regulasi semakin longgar dengan adanya UU Cipta Kerja, dimana impor legal sebagai istilah kedaulatan. Kini kedaulatan komoditas kita sudah benar-benar melenceng dari arti sesungguhnya,” ucap Akmal.
Legislator daerah pemilihan Sulawesi Selatan II ini mendapat laporan dari beberapa petani terkait beratnya kehidupan petani garam karena harga garam semakin merosot. Pembinaan pemerintah selama ini tidak mampu mengentaskan persoalan yang dihadapi petani garam. Bahkan harga garam yang sempat Rp.125.000 per sak, kini sudah merosot tajam hingga Rp. 15.000, per sak.
“Garam di rakyat saat ini masih banyak yang belum terserap. Kalau impor diteruskan, ini sama saja menenggelamkan kehidupan petani garam secara pelan-pelan. Petani Garam saat ini sangat membutuhkan keberadaan pemerintah untuk menolong kehidupannya, bukan keberadaan yang semakin mengkerdilkan mata pencahariannya dengan impor yang tidak seharusnya dilakukan,” tandasnya.
“Impor ini jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan garam industri, tanpa memikirkan keberadaan garam rakyat yang mestinya ditingkatkan levelnya sehingga memenuhi syarat kebutuhan Industri,” pungkas Andi. (dep/alw)