Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Hasan Aminuddin saat membacakan salah satu kesimpulan RDP dengan Sekjen Kementan terkait tindak lanjut permasalahan impor jahe di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (31/3/2021). Foto: Arief/Man
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Hasan Aminuddin mengatakan Komisi IV DPR RI menerima penjelasan Badan Karantina Pertanian (BKP) mengenai permasalahan importasi jahe, dengan beberapa catatan antara lain, mengkritik keras kinerja dan disiplin Badan Karantina dalam penerapan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan dan mengkritik BKP yang dinilai memberikan toleransi terhadap tindakan pemusnahan jahe impor yang bermasalah.
“Untuk itu, kami minta Badan Karantina Pertanian untuk melakukan sosialisasi Undang-Undang Nomor 21 tahun 2021 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan utamanya terkait peraturan importasi komoditas pertanian,” katanya saat membacakan salah satu kesimpulan RDP dengan Sekjen Kementan; Irjen Kementan; Ditjen Hortikultura; dan Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian, terkait tindak lanjut permasalahan impor jahe di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (31/3/2021).
Selanjutnya, pihaknya mendesak kepada pemerintah, dalam hal ini BKP untuk segera memusnahkan jahe impor yang masuk ke Indonesia dan tidak sesuai dengan persyaratan karantina pertanian. “Kami merekomendasikan kepada Badan Karantina Pertanian untuk melaporkan importir kepada Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) apabila jahe impor tersebut belum dimusnahkan dalam kurun waktu 10 hari,” katan Hasan.
Terakhir, Komisi IV DPR RI meminta kepada Direktur Jenderal Hortikultura Kementan untuk melakukan alokasi anggaran pengembangan jahe Tahun Anggaran 2021, sehingga kebutuhan jahe nasional terpenuhi dan menghentikan importasi jahe yang terus meningkat. Selanjutnya, pengembangan komoditi jahe menjadi program prioritas Tahun 2022.
Kepala Badan Karantina Pertanian (BKP) Kementan Ali Jamil mengatakan, jahe-jahe impor yang belum dimusnahkan itu adalah milik PT Indopak Trading. Ia mengaku, dirinya kesulitan memperoleh persetujuan perusahaan untuk memusnahkan jahe-jahe tersebut karena tak bisa menemui manajemen perusahaan.
“Indopak ini awalnya ada 11 kontainer, yang 2 kontainer bersih, kemudian 9 kontainer bertanah. Maka 9 kontainer ini yang kita tahan di-border. Tapi memang kami mohon maaf sebesar-besarnya, rasanya puyeng juga mengurus Indopak ini karena kami tidak bisa bertemu dengan manajemennya sendiri. Jadi atas nama Indopak, kemudian yang datang petugas dari MKL. Jadi untuk mengeksekusi ini kami butuh waktu,” ungkap Ali.
Di sisi lain, di daerah Jawa Timur ada keterbatasan fasilitas yang digunakan untuk membakar jahe atau insinerator. Ali mengatakan, insinerator yang ada di Jatim hanya mampu membakar 2 ton jahe sehari. “Keterbatasan insinerator kemarin hanya kapasitas 2 ton per hari. Sementara ini lebih dari 200 ton,” kata Ali.
Ali Jamil mengatakan, pihaknya menawarkan alternatif untuk menangani jahe-jahe impor bercampur tanah milik PT Indopak tersebut. Alternatifnya adalah dengan memanaskan jahe-jahe tersebut di mesin pemanas kayu milik 2 perusahaan di Jatim. Nantinya, dengan mesin pemanas itu, organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) yang ada di dalam tanah dari jahe tersebut bisa mati. (rnm/sf)