Kepala BK Setjen DPR RI Ignosentius Samsul dalam Focus Grup Discussion (FGD) di Banda Aceh, Senin (5/4/2021). Foto: Erman/nvl
Badan Keahlian Setjen DPR RI menggali masukan terkait perubahan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran. Bekerja sama dengan Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, BK Setjen DPR menyelenggarakan Focus Grup Discussion (FGD) Dengan Tema “Urgensi Perubahan UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran” di Banda Aceh, Senin (5/4/2021).
“UU No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran merupakan produk legislasi di bidang kesehatan yang sangat dibutuhkan. Hal itu sebagai salah satu upaya negara dalam mewujudkan hak hidup sehat dan hak atas kesehatan bagi setiap warga negara sebagaimana dijamin dalam Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945,” ucap Kepala BK Setjen DPR RI Ignosentius Samsul, dalam sambutannya.
Dalam perjalanannya, terang Sensi, implementasi dari UU tentang Pendidikan Kedokteran mengalami beberapa persoalan. Pertama, perubahan sistem pelayanan kesehatan dengan adanya implementasi Jaminan Kesehatan Nasional yang mengedepankan sistem pelayanan primer ujung tombak penyelenggaraan dari Sistem Jaminan Sosial Nasional sebagaimana diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004.
“Sistem Jaminan Sosial Nasional menuntut adanya penguatan sistem pelayanan berjenjang, yang terdiri dari pelayanan primer, pelayanan sekunder pada dokter spesialis, dan pelayanan tersier pada dokter subspesialis,” terangnya.
Kedua, UU Pendidikan Kedokteran masih dianggap belum sesuai dengan perkembangan pendidikan kedokteran yang efektif dan berdaya saing, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran masa depan, serta belum dapat menampung perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan kedokteran.
Selanjutnya, dalam konteks penyelenggaraan pendidikan akademik dan pengembangan profesi. Dunia pendidikan kedokteran masih berhadapan dengan permasalahan mahalnya biaya pendidikan, kejelasan pemisahan program studi dokter dan dokter gigi, mekanisme adaptasi lulusan pendidikan luar negeri, pengelolaan dan metode sertifikasi kompetensi.
Kemudian tersedianya Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi yang terintegrasi dengan rumah sakit sebagai satu kesatuan berbentuk Pusat Kesehatan Akademik dengan fungsi yang sinergis antara pendidikan, penelitian, pelayanan kesehatan, dan pengabdian masyarakat.
“Keempat, dampak globalisasi dan hasil kesepakatan internasional yang dilakukan Indonesia sebagai bagian komunitas dunia pada bidang pelayanan kesehatan sehingga harus mengikuti standar atau protokol internasional,” punkas Sensi. (es)