Jakarta – Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas menyambut baik perwakilan Partai Buruh yang menggelar unjuk rasa di depan gedung MPR/DPR/DPD RI. Salah satu tuntutan mereka adalah menolak Amandemen UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020. Menanggapi tuntutan tersebut, Supratman mengatakan DPR menghormati dan mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Ia yakin, DPR RI akan menindaklanjuti putusan MK.
“Segala upaya yang kita lakukan dalam rangka memperbaiki tata kelola pelaksanaan pembentukan perundang-undang sesuai MK pasti DPR akan melakukannya. UU ini cacat formil, berarti bicara proses, nanti tuntutan substansinya itu berbeda lagi,” kata Supratman di Ruang Rapat Baleg DPR RI, Gedung Nusantara I, Senayan, Jumat (14/1/2022).
Sebagaimana diketahui, MK telah memutuskan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat selama tidak dilakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun setelah putusan dibacakan. Apabila, dalam jangka waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan, maka Omnibus Law UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan tidak berlaku.
Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR RI ini menegaskan tidak ada yang salah dengan aspirasi yang disuarakan Partai Buruh. Namun dia mengatakan harus ada keseimbangan antara pekerja dan pengusaha mengenai substansi undang-undang hak cipta pada kelompok buruh. Supratman mengatakan aspirasi semua pemangku kepentingan juga harus diperhatikan. Karena dunia bisnis tidak mungkin tanpa pekerja. Begitu juga dengan dunia usaha yang dibutuhkan oleh para pekerja.
DPR RI dan pemerintah akan mencari jalan tengah antara dunia usaha dan pekerja agar semua orang bisa berkembang di masa depan. “Menggolkan semua kepentingan pengusaha dan mengabaikan kepentingan buruh tak mungkin Pemerintah dan DPR lakukan. Sebaliknya juga begitu, maka kita cari titik tengahnya soal kepentingan itu,” kata Supratman.
Supratman menambahkan, pihaknya akan membahasnya sesuai dengan keputusan Bamus (Badan Musyawarah). “Tugas Bamus adalah memutuskan AKD mana yang akan dibahas, jadi saya tidak tahu siapa yang akan kita bahas nanti. Tapi yang pasti saya jamin bahwa pembahasan ini akan dimulai dari awal dengan mendengarkan semua pihak,” jelasnya.
“Ini menjadi momentum yang baik, dimana MK dari sisi formil mengoreksi pembuat UU untuk melakukan sebuah proses itu menjadi lebih transparan, walaupun pandangan kami selama ini sudah sangat transparan kita DPR ya. Kan dikoreksi tadi itu partisipasi publik di tingkat penyusunan (pemerintah), tetapi menjudgement kita kehilangan nurani. Saya rasa enggak fair juga,” sambung legislator dapil Sulawesi Tengah itu.
Audiensi dihadiri 13 orang perwakilan Partai Butuh. Dalam audiensi, Presiden FSPMI sekaligus Ketua Mahkamah Partai Buruh Riden Hatam Aziz meminta pembahasan UU Cipta Kerja tidak dilanjutkan pembahasannya. Sebab, menurutnya UU Cipta Kerja itu telah dinyatakan cacat secara formil oleh MK.
“Sikap kami pimpinan serikat pekerja meminta DPR RI untuk tidak melanjutkan pembahasan UU 11 Tahun 2020, khususnya klaster buruh,” ujarnya. Aziz mengatakan, jika memang DPR dan Pemerintah tetap mau melanjutkan, maka buruh meminta agar pembahasan dilakukan dari awal.
Sementara itu, Ilhamsyah, Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), menegaskan bahwa para pekerja menolak undang-undang penciptaan lapangan kerja dalam praktik maupun dalam proses resmi. Ia melanjutkan, pihaknya meminta parlemen melakukan intervensi terhadap PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja dan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Menurut dia, pembahasan dua ketentuan turunan UU Cipta Kerja itu dilarang setelah ada putusan MK. “Pascaputusan itu (MK), betul Pemerintah tidak mengeluarkan PP baru, tapi jangan lupa juga di amar putusan nomor 7 itu ditangguhkan. Yang dimaksud Bung Sabda tadi, berharap ada intervensi dari DPR untuk PP 35, PP 36, yang sifatnya strategis itu ditangguhkan,” katanya.
Baca Juga : Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Pastikan RUU TPKS Segera Disahkan