Jakarta – Pemerintah telah memperkenalkan berbagai jenis kebijakan dan program jaminan sosial untuk pekerja dalam menghadapi berbagai risiko baik di tempat kerja maupun saat tidak bekerja. Seperti kecelakaan, sakit, kematian, PHK, mencapai usia tidak produktif.
Berbagai jenis jaminan sosial tersebut adalah Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Pekerja yang diberhentikan berhak mendapatkan pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, dan uang Jaminan Hari Tua.
Pemerintah juga telah memperkenalkan skema baru sebagai penyangga pemutusan hubungan kerja, yaitu Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) berupa uang tunai, pelatihan kerja dan akses informasi pasar tenaga kerja, sebagai upaya agar pekerja tetap hidup dan memiliki peluang besar untuk mendapatkan pekerjaan baru.
Setelah memperhitungkan banyaknya program jaminan sosial bagi para pekerja ini, Jaminan Hari Tua (JHT) khususnya telah kembali berfungsi sebagai dana yang siap untuk memungkinkan pekerja yang lebih tua memiliki aset untuk biaya hidup ketika mereka tidak profuktif lagi.
Oleh karena itu, uang JHT harus diterima oleh pekerja ketika memasuki usia pensiun, cacat total atau meninggal dunia. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).
Baca Juga : Permintaan PMI Sektor Formal Tinggi, Menaker Dorong Skill Bahasa
Chairul Fadhly Harahap, Kepala Biro Humas Kemenaker, menjelaskan JHT berasal dari akumulasi dan pengembangan iuran wajib.
“Program JHT ini merupakan program perlindungan jangka panjang,” kata Chairul dalam siaran pers dari Biro Humas Kementerian Tenaga Kerja, Sabtu (12 Februari 2022).
Chairul menjelaskan bahwa walaupun tujuannya untuk perlindungan hari tua (yaitu memasuki masa pensiun), kematian atau cacat total tetap, UU SJSN memberikan kesempatan kepada peserta yang membutuhkan dalam jangka waktu tertentu untuk mengajukan manfaat sebagian JHT-nya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2015, peserta dapat mengajukan permohonan manfaat JHT sebagian jika telah mengikuti program JHT minimal 10 tahun. Besaran manfaat sebagian yang dapat diterima adalah 30% dari manfaat JHT untuk kepemilikan rumah, atau 10% dari manfaat JHT untuk keperluan lain dalam rangka persiapan pensiun.
Chairul menjelaskan bahwa dalam PP, masa pensiun juga ditetapkan pada usia 56 tahun.
“Rencananya memberikan perlindungan agar pekerja tetap memiliki dana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di hari tua. Jadi jika semuanya diambil dalam jangka waktu tertentu, tujuan perlindungan tidak akan tercapai,” ujar Chairul.
Atas dasar itu, Kementerian Tenaga Kerja telah menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Padahal, keluarnya Permenaker ini mengikuti proses dialog dengan pemangku kepentingan ketenagakerjaan dan kementerian/lembaga terkait. Namun, karena adanya pro dan kontra atas peluncuran Permenaker ini, dalam waktu dekat Menteri Tenaga Kerja akan melakukan dialog dan networking dengan para pemangku kepentingan, terutama para pimpinan SP/SB.
Baca Juga : Menaker Ajak Lulusan Perguruan Tinggi Daftar ke Aplikasi SIAPkerja