humasri.com – Ketua DPR RI Puan Maharani menyepakati untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) yang akan dibahas lebih lanjut menjadi undang-undang. Puan mengatakan RUU tersebut bertujuan untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang lebih unggul.
Kesepakatan RUU KIA yang akan dibahas lebih lanjut menjadi UU dan dibahas dengan Pemerintah disahkan dalam Rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR pada Kamis (09/06/2022) lalu. Keputusan tersebut akan disampaikan pada Sidang Paripurna DPR berikutnya.
“RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak yang masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022 kita harapkan bisa segera rampung. RUU ini penting untuk menyongsong generasi emas Indonesia,” kata Puan dalam keterangan tertulis, Senin (13/6).
RUU KIA menitikberatkan pada masa tumbuh kembang anak. Biasanya dikaitkan dengan 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) sebagai penentu masa depan anak.
Baca juga : Presiden Jokowi : Bonus Rp 130,5 Miliar Untuk Atlet SEA Games 2021
Oleh karena itu, RUU tersebut menekankan pentingnya penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak secara terarah, terpadu, dan berkelanjutan.
“Harus ada upaya bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar ibu dan anak,” kata Puan.
Ibu harus diberikan hak dasar. Menurut Puan, hak atas jaminan kesehatan selama hamil, hak atas perlakuan khusus dan fasilitas sarana dan prasarana umum.
“Dan tentunya bagaimana seorang ibu mendapat rasa aman dan nyaman serta perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi, termasuk dari tempatnya bekerja,” tuturnya.
Puan mengingatkan, masa 1.000 HPK yang bisa berdampak pada kehidupan seorang anak. Menurutnya, jika HPK tidak dilakukan dengan benar, anak bisa mengalami gagal tumbuh kembang serta kecerdasannya yang kurang optimal.
“RUU KIA ini hadir sebagai harapan agar anak-anak kita sebagai penerus bangsa bisa mendapat proses tumbuh kembang yang optimal. Menjadi tugas Negara untuk memastikan generasi penerus bertumbuh menjadi SDM yang dapat membawa bangsa ini semakin hebat,” jelas Puan.
“Apalagi Indonesia akan mengalami bonus demografi yang harus kita persiapkan sedini mungkin agar anak-anak kita berhasil dalam tumbuh kembangnya,” tambahnya.
Puan mengatakan seorang ibu harus memiliki waktu yang cukup untuk menyusui bayinya, termasuk ibu yang bekerja. Ia menekankan, ibu yang bekerja harus memiliki waktu yang cukup untuk memerah ASI selama jam kerja.
“RUU KIA juga mengatur cuti melahirkan paling sedikit enam bulan, serta tidak boleh diberhentikan dari pekerjaan. Selain itu, ibu yang cuti hamil harus tetap memperoleh gaji dari jaminan sosial perusahaan maupun dana tanggung jawab sosial perusahaan,” jelas Puan.
Masa cuti melahirkan sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja yang dibatasi selama 3 bulan saja. Dengan disahkannya RUU KIA, cuti melahirkan berubah menjadi 6 bulan dan ibu bekerja yang mengalami keguguran diberikan waktu istirahat 1,5 bulan.
RUU KIA juga mengatur besaran upah bagi Ibu yang cuti melahirkan, di mana untuk 3 bulan pertama masa cuti, ibu bekerja mendapat gaji penuh dan mulai bulan keempat upah dibayarkan sebanyak 70 persen. Puan mengatakan penjadwalan ulang cuti hamil sangat penting untuk menjamin tumbuh kembang anak dan pemulihan bagi ibu setelah melahirkan.
“DPR akan terus berkomunikasi erat dengan berbagai pemangku kepentingan terkait hal ini. Kami berharap komitmen Pemerintah mendukung regulasi ini demi masa depan generasi penerus bangsa,” tegasnya.
Puan menambahkan, RUU KIA juga erat kaitannya dengan pendidikan kesehatan reproduksi. Kemudian juga sebagai upaya penurunan angka stunting, hingga memajukan perempuan melalui partisipasi di ranah publik.
“Perempuan memiliki potensi dalam pengembangan bisnis dan akan memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian Indonesia,” kata Puan.
Baca juga : 7 Kartini Masa Kini yang Mengharumkan Indonesia