HumasRI – Kementerian Sosial (Kemensos) meluncurkan Gelang Disabilitas Grahita (Grita). Inovasi ini dalam rangka melindungi kelompok disabilitas, terutama tunagrahita dari berbagai jenis kekerasan.
Menteri Sosial Tri Rismaharini menjelaskan Grita telah memanfaatkan artificial intelligence, sehingga dapat menjadi early warning dari berbagai ancaman.
“Grita bisa mendeteksi denyut nadi melalui sensor. Apabila denyut nadi atau melonjak drastis, maka jam ini akan mengeluarkan suara keras yang bisa menarik perhatian orang-orang di sekitarnya,” kata Risma dalam keterangan tertulis, Jumat (11/8/2023).
Diketahui peluncuran Grita dilaksanakan di Gedung Aneka Bhakti, Jakarta pada Kamis (10/8) kemarin.
Risma menjamin kualitas gelang tunagrahita ini. Dia mengatakan alat bantu tersebut telah melalui quality control yang diuji langsung oleh para penyandang disabilitas. Seperti halnya yang diterapkan pada alat-alat bantu yang telah dikreasikan oleh Kementerian Sosial sebelumnya.
“Quality control di akhir proses itu yang buat anak disabilitas. Jadi dia tahu benar merasakan. Ini enggak bisa. Dicek, dikembalikan. Dia tahu bagaimana (alat) itu harus bekerja,” kata Risma.
Sebagai informasi, Grita merupakan inovasi lanjutan dari gelang rungu dan wicara (Gruwi) yang telah diluncurkan sebelumnya. Sedikit berbeda dengan pendahulunya yang aktif dengan cara menekan panic button, Grita menggunakan sensor denyut nadi yang akan berbunyi apabila denyut nadi melebihi batas wajar.
Kendati demikian, baik Grita maupun Gruwi sama-sama memiliki desain yang fashionable sehingga anak-anak tidak perlu malu memakainya.
“Anak-anak bisa tidak perlu malu karena gelangnya sangat fashionable. Jadi saya berharap anak-anak kita bisa gunakan dan mereka bisa lebih safe berada di mana pun,” kata Risma.
Dia menjelaskan saat ini pihaknya sedang mengurus hak paten Grita. Ke depan seluruh inovasi Kementerian Sosial juga akan dipatenkan secara internasional.
“Untuk saat ini, Kementerian Sosial akan memproduksi sendiri. Produksi komersial dikhawatirkan akan membuat harga alat-alat bantu melonjak dan tidak terjangkau para penyandang disabilitas,” katanya.
Pada acara ini, Risma pun menyerahkan Grita kepada perwakilan Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) dari beberapa sentra dan sentra terpadu. Di antaranya perwakilan dari Sentra Terpadu Inten Soeweno Cibinong, Sentra Antasena Magelang, Sentra Terpadu Kartini Temanggung, Sentra Terpadu Pangudi Luhur Bekasi, Sentra Handayani Jakarta, Sentra Phalamarta Sukabumi, Sentra Abhiyoso, Sentra Terpadu Prof.Dr. Soeharso Surakarta, Sentra Mulyajaya Jakarta, dan Sentra Margo Laras Pati.
Sementara itu, Kepala Sentra Terpadu Inten Soeweno Cibinong Mokhamad O. Royani mengungkapkan Grita menggunakan sensor untuk detak jantung yang direpresentasikan ke dalam denyut nadi. Gelang dipakai di pergelangan tangan supaya sensornya terkena denyut nadi kita.
“Denyut nadi normal untuk anak-anak hingga dewasa awal adalah rata-rata 100 detak per menit. Artinya apabila terjadi denyut nadi di atas 100 per menit, maka terjadi kondisi yang luar biasa. Termasuk juga bila terjadi kekerasan seksual,” kata Royani.
Di sisi lain, Nur Madyo Wibowo (48), seorang disabilitas rungu dari Sentra Antasena Magelang sumringah saat mencoba Grita. Dengan adanya gelang tersebut diharapkan bisa lebih menjaga keselamatan dirinya.
“Saya senang sekali. Ini baru pertama kali dalam sejarah, saya menggunakan gelang Grahita. Mudah-mudahan bisa saya sinkronkan dengan diri saya. Dengan alat ini, semoga saya bisa lebih menjaga keselamatan diri saya,” tuturnya.
Baca Juga: Cara Daftar Upacara 17 Agustus 2023 di Istana Negara
Dapatkan informasi terupdate berita populer harian dari humasri.com. Untuk kerjasama lainnya bisa hubungi ke media sosial kami lainnya.