HumasRI – Presiden Joko Widodo dikabarkan akan melakukan kunjungan kerja ke Afrika Selatan untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (BRICS). Menteri Luar Negeri Retno Marsudi membenarkan rencana itu meski belum bisa memastikan kapan.
“Rencananya begitu, nanti tunggu ya sampai semuanya sudah matang, karena kalau persiapan kunjungan kan kita persiapkan dulu,” kata Retno Marsudi di Istana Kepresidenan, Senin (7/8/2023).
Terkait dengan rencana kunjungan kerja tersebut, Retno sampai saat ini belum bisa memastikan apakah Indonesia bakal bergabung aliansi dagang Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan ini (BRICS), karena saat ini masih dalam tahap koordinasi.
“Saya belum dapat menyampaikan karena komunikasi koordinasi terus sedang dilakukan ya,” katanya singkat.
Kabar Indonesia bergabung dalam aliansi dagang BRICS juga dilaporkan oleh Spectator Index, Kamis (3/8/2023). Menurut laporan itu, Indonesia mendaftar aliansi yang diikuti Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (Afsel) itu bersama 12 negara lainnya. Negara-negara tersebut mencakup Arab Saudi, Venezuela, Iran, Meksiko, dan Argentina.
Pengamat BRICS yang juga seorang profesor di Getulio Vargas Foundation di São Paulo, Olivier Stuenkel, mengatakan Indonesia sejauh ini merupakan kandidat terkuat untuk bergabung dalam aliansi itu dibandingkan negara lain.
“Indonesia adalah kandidat kuat untuk bergabung dengan BRICS mengingat kekuatan regionalnya, peran yang berkembang dalam ekonomi global, dan kurangnya kontroversi global,” kata Stuenkel.
“Sebaliknya, memasukkan Iran, Venezuela, atau Arab Saudi akan mengubah dinamika kelompok tersebut dan mempersulit negara-negara seperti Brasil untuk mempertahankan pengaruhnya,” tambahnya.
Kelompok BRICS menyumbang lebih dari 40% populasi dunia dan sekitar 26% ekonomi. Kelompok ini seringkali dilihat sebagai forum alternatif untuk negara-negara di luar saluran diplomatik yang didominasi oleh kekuatan Barat.
BRICS sendiri sejauh ini memiliki agenda besar dalam melawan pengaruh Barat. Aliansi itu disebutkan akan menetapkan mata uang baru untuk melawan dolar AS yang mendominasi perdagangan global.
Usulan perlawanan ini digagas oleh Rusia. Ini lantaran manuver politik AS dan sekutunya untuk memberikan sanksi ekonomi dan keuangan pada Moskow akibat perang di Ukraina, sehingga akses Negeri Beruang Putih dalam perdagangan berbasis dolar terhambat.
Baca Juga: Jokowi Kenakan Busana Pakubuwono di HUT ke-78 RI, Ini Maknanya
Dapatkan informasi terupdate berita populer harian dari humasri.com. Untuk kerjasama lainnya bisa hubungi ke media sosial kami lainnya.