Kepala BK DPR RI Inosentius Samsul (kanan) saat membuka acara FGD di Kupang, NTT, Rabu (24/3/2021). Foto: Tiara/Man
Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian (BK) Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema ”Penyusunan Naskah Akademik dan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk Peningkatan Pembangunan dan Kesejahteraan Masyarakat”. Melalui FGD ini, Kepala BK DPR RI Inosentius Samsul mengatakan sebagai suatu upaya untuk mendapatkan masukan dalam membentuk undang-undang yang sesuai dengan perkembangan yang dibutuhkan oleh masing-masing daerah.
“Kita hari ini menerima masukan dari masyarakat terutama stakeholder yang ada di Provinsi NTT, saya kira banyak sekali masukan yang perlu diperhatikan. Sehingga saya menyarankan barangkali ada hal-hal yang tidak perlu dimasukan dalam naskah akademik dan khawatir menimbulkan persoalan, perlu dirumuskan ulang. Dan juga apabila ada hal-hal yang belum dimuat nantinya bisa ditambahkan lagi di dalam RUU,” jelas Sensi sapaan akrabnya saat membuka acara FGD di Kupang, NTT, Rabu (24/3/2021).
Masukan-masukan yang sudah disampaikan lanjut Sensi, diharapkan sesuai dengan perkembangan hukum dan perkembangan politik, ekonomi, sosial-budaya, potensi daerah, serta kemajuan teknologi, informasi, dan komunikasi, dalam rangka menciptakan otonomi daerah yang berdaya saing. Namun tetap berpedoman kepada prinsip otonomi daerah yang berlaku saat ini dan dalam prinsip NKRI.
“Oleh karena itu diperlukan peran dan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) yang diselenggarakan melalui forum ini, untuk menggali lebih dalam terkait penyusunan Naskah Akademik dan RUU tentang Provinsi NTT, sehingga dapat berdiskusi dan memberi masukan kepada BK DPR sebagai sistem pendukung di DPR RI,” tutur Sensi.
Lebih lanjut Sensi menambahkan, dengan diadakannya FGD terkait masukan RUU tentang Provinsi NTT ini dapat memberi ruang kepada daerah agar membuat sebuah konsep RUU yang betul-betul sesuai dengan kondisi dan kebutuhan yang dibutuhkan oleh daerahnya. Oleh sebab itu dibutuhkan peran dan kontribusi selain dari akademisi juga tokoh-tokoh masyarakat.
“Saya berharap nantinya RUU ini dapat mengembangkan ciri khas yang dimiliki oleh suatu daerah yang nantinya disesuaikan dengan kondisi didaerahnya baik itu budaya maupun dari sisi geografisnya,” imbuhnya.
Pada kesempatan yang sama hadir sebagai narasumber, akademisi fakultas hukum Universitas Nusa Cendana Simplexius Asa memberikan masukan agar di dalam RUU tentang Provinsi NTT nantinya hal-hal filosofis dan teoritis bisa terakomodir khususnya studi sosiologis tentang masyarakat NTT. Menurutnya nilai-nilai kearifan lokal bisa digunakan untuk merumuskan alasan filosofis di dalam pembentukan RUU tentang Provinsi NTT.
“Perlu didiskusikan lebih matang lagi agar RUU ini dapat membantu akselerasi pembangunan di NTT agar nantinya NTT diharapkan dapat bangkit mengejar ketertinggalan yang ada itu harapan kita. Jadi jangan sampai membuat regulasi hanya untuk berorientasi pada proyek tapi tidak menolong masyarakat NTT untuk mengejar ketertinggalan itu pesan penting yang menurut saya perlu,” harapnya.
Untuk diketahui, Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur belum memuat karakteristik dan potensi daerah serta belum dapat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi Provinsi NTT. Oleh karena itu, perlu adanya pengaturan yang bersifat penyesuaian terhadap Provinsi NTT yang sejalan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Secara konsep Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 jelas sudah sangat berbeda dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini, sehingga ini merupakan momentum yang tepat untuk membentuk Undang-Undang yang secara khusus mengatur mengenai Provinsi NTT. Sepatutnya pula dilakukan penyesuaian agar pembangunan di Provinsi NTT dapat meningkatkan perekonomian dan menyejahterakan masyarakat Provinsi NTT. Dengan demikian perlu membentuk RUU tentang Provinsi Nusa Tenggara Timur yang terpisah dari Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958.
Penyusunan RUU tentang Provinsi NTT, dapat diartikan bahwa materi muatan dalam RUU, selain harus merupakan penjabaran dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945, tetapi juga harus mampu mengakomodir berbagai kondisi dan karakteristik daerah yang dimiliki oleh Provinsi NTT, tanpa melupakan jati dirinya sebagai bagian dari NKRI. Hal ini ditujukan untuk menjawab berbagai tantangan guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah. (tra/es)