humasri.com – DPR mengesahkan RUU Pemasyarakatan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna pada Kamis (7 Juli 2022). RUU tersebut diharapkan dapat menjawab berbagai permasalahan di Lapas dan Rutan, salah satunya terkait kelebihan kapasitas penghuni.
Wakil Ketua DPR RI, Pangeran Khairul Saleh mengatakan dalam Rapat Paripurna Masa Persidangan V Tahun Sidang 2021-2022, sistem pemasyarakatan masih menghadapi banyak kelemahan dan persoalan hukum. Sebagai contoh, hampir semua Lapas dan Rutan memiliki tingkat kepadatan yang tinggi dan fasilitas, sarana dan prasarana yang tidak memadai.
Pangeran juga melihat regulasi pergerakan barang ilegal masih lemah. Sistem keamanan dan pengawasan belum berfungsi optimal. Selain itu, ada kebutuhan mendesak untuk reorientasi sistem pemasyarakatan untuk menjaga dan menghormati hak-hak narapidana.
”Oleh karena itu, RUU tentang Pemasyarakatan ini dibutuhkan untuk menjawab sejumlah persoalan tersebut dan menegaskan kembali peran dan kedudukan sistem pemasyarakatan dalam mendukung pencapaian tujuan dari penegakan hukum sebagaimana dalam sistem peradilan pidana terpadu,” ujar Pangeran.
Sidang paripurna dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel. Turut hadir Ketua DPR Puan Maharani, Wakil Ketua Lodewijk F Paulus dan Sufmi Dasco Ahmad. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Lauly juga mewakili pemerintah hadir dalam pertemuan tersebut.
Baca Juga : Ketua DPR RI Ingatkan Anggota Dewan Pantau Pasokan dan Harga Pangan Jelang Lebaran
Dalam rapat paripurna, fraksi-fraksi DPR sepakat mengesahkan UU Pemasyarakatan menjadi undang-undang. Sebelumnya, RUU tersebut dibatalkan dalam rapat paripurna pada September 2019 karena penolakan publik. Masyarakat sipil percaya bahwa UU Pemasyarakatan, jika disahkan, akan memudahkan pembebasan bersyarat bagi pelaku kejahatan tertentu, seperti unsur korupsi. Demokrat adalah satu-satunya faksi pada saat itu yang menolak untuk menyetujui RUU tersebut dalam rapat paripurna.
Saat itu, muncul kritik publik terhadap RUU Pemasyarakatan karena menolak Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, yang memberikan grasi dan pembebasan bersyarat bagi narapidana yang melakukan pelanggaran khusus. Namun, pada Oktober 2021, PP tersebut dicabut oleh Mahkamah Agung.
Terkait keringanan tersebut, Rabu (6/7/2022) Adies Kadir, Wakil Ketua Komite III DPR dari Fraksi Golkar mengingatkan, dengan putusan MK tentang uji materi Pasal 14(1) huruf i UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, tidak ada masalah lain dalam UU Pemasyarakatan. Setelah keputusan ini, pengadilan memutuskan bahwa semua tahanan berhak atas pengurangan hukuman. “Oleh karena itu, tidak ada lagi alasan untuk mencegah segera disahkannya RUU Pemasyarakatan ini,” kata Adies.
Selain itu, Pangeran mengatakan beberapa substansi diatur dalam Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan yang baru-baru ini disetujui. Pertama, memperkuat posisi lembaga pemasyarakatan dalam sistem peradilan pidana yang komprehensif. Kedua, pemutakhiran prinsip-prinsip penyelenggaraan sistem pemasyarakatan didasarkan pada prinsip-prinsip perlindungan, non-diskriminasi dan kemanusiaan.
Ketiga, pengaturan fungsi pemasyarakatan seperti pelayanan, bimbingan, pembimbingan, kemasyarakatan, perawatan, keselamatan, dan pengawasan. Keempat, membakukan etika profesi dan kode etik pemasyarakatan, serta menjamin hak para pemasyarakatan untuk mendapatkan rasa aman dan perlindungan hukum dalam menjalankan tugasnya.
Kelima, ketentuan tentang kewajiban sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan sistem pemasyarakatan, termasuk sistem teknologi informasi lembaga pemasyarakatan. Keenam, pengaturan tentang pengawasan dan pelaksanaan fungsi pemasyarakatan.
Baca Juga : Nuroji : Kenaikan Tarif Wisata Candi Borobudur Tidak Tepat