Indonesia akan mendorong penguatan arsitektur sistem ketahanan kesehatan dunia yang dijalankan oleh sebuah badan dunia seperti Dana Moneter Internasional atau IMF di sektor keuangan.
Jakarta – Pandemi Covid-19 telah mengungkap betapa rapuhnya ketahanan kesehatan semua negara. Krisis sistem kesehatan berdampak pada negara miskin/berkembang, termasuk negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris.
Penyebaran virus corona juga telah menghancurkan perekonomian suatu negara. Perawatan pasien, penutupan rumah sakit, serta kebutuhan obat dan vaksin telah menguras pundi-pundi negara. Ekonomi telah jatuh tajam karena pergerakan orang dibatasi.
Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pada Juli 2021 prediksi kerugian kumulatif PDB global akibat pandemi Covid-19 mencapai USD 4,5 triliun atau Rp 57.600 triliun pada tahun 2025.
Dalam World Economic Outlook terbaru, Dana Moneter Internasional mengungkapkan dua skenario kerugian global kumulatif terkait dengan penyebaran varian virus baru. Dalam skenario pertama, varian virus baru dapat memicu gelombang infeksi di pasar negara berkembang pada paruh kedua tahun 2021. Output pertumbuhan global diproyeksikan menurun 0,75 poin persentase pada 2021 dan 1,5 poin persentase pada 2022.
Meskipun mulai pulih setelah tahun 2022, pertumbuhan yang lebih lambat dan kondisi keuangan yang lebih ketat mendorong kebangkrutan pasar negara berkembang. “Pasar berkembang dan negara berkembang menanggung sebagian besar kerugian sebesar USD 3,5 triliun,” kata IMF dalam laporan tersebut.Dampaknya luar biasa.
Ketidakseimbangan dalam sistem kesehatan global telah memperburuk krisis Covid-19. Pasalnya, pasokan vaksin global hanya tersedia 20% untuk negara berkembang, kata Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin kepada Forum Menteri Kesehatan G20 di Roma pada September 2021. Padahal, populasinya hampir setengah dari populasi dunia.
Meski menjadi pasien Covid-19 terbesar, negara-negara seperti AS, Inggris, dan China saat ini menjadi produsen vaksin dan perawatan Covid-19 terbesar. Pembuat obat global dikendalikan oleh negara-negara maju.
Tak ayal, kekurangan pasokan vaksin di negara-negara Afrika memicu munculnya varian Omicron. Indonesia menilai, kolaborasi suplai vaksin gratis dari negara produsen kepada negara berkembang/miskin melalui Covax Facility, hanyalah solusi sesaat.
Lebih lanjut, isu tersebut dibayangi oleh peran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang tidak mencakup banyak hal strategis sistem kesehatan dunia. Jadi, sebagai presiden G20, Presiden Indonesia Joko Widodo telah mendorong solusi permanen untuk masalah ini.
Penguatan arsitektur kesehatan dunia merupakan salah satu misi yang akan dikampanyekan Indonesia dalam forum multilateral. “Di masa depan, kita membutuhkan solusi permanen agar dunia dapat menghadapi masalah kesehatan yang tidak terduga,” kata presiden dalam percakapan dengan Klaus Schwab, ketua eksekutif World Economic Forum (WEF), Kamis (20/01)/2022. ) sebenarnya dari Istana Negara Bogor. , pada acara bertajuk “World Economic Forum: State of the World”.
Kepala Negara kepada Ketua Pelaksana World Economic Forum, mengatakan Indonesia akan mendorong penguatan struktur sistem kesehatan dunia yang dikelola di sektor keuangan oleh lembaga-lembaga dunia seperti Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund. Misi tersebut menjadi salah satu fokus Indonesia pada Presidensi G20 Indonesia 2022.
Seperti yang dijelaskan Presiden Jokowi, misi badan tersebut adalah menggalang sumber daya kesehatan dunia, yang meliputi pendanaan untuk kedaruratan kesehatan dunia, pembelian vaksin, pembelian obat-obatan, dan pembelian peralatan medis.
Badan tersebut kemudian juga mengembangkan standar protokol kesehatan global, termasuk mengatur perjalanan internasional agar semua negara dapat memiliki standar protokol kesehatan yang sama. Memberdayakan negara berkembang dalam hal kemampuan manufaktur lokal, termasuk manajemen paten, akses ke teknologi, investasi dalam produksi alat kesehatan dan obat-obatan.
Tentunya, menurut Presiden Jokowi, co-financing diperlukan untuk membangun arsitektur baru sistem keamanan kesehatan dunia. Namun, karena rapuhnya sistem kesehatan global, nilai ini jelas jauh lebih kecil daripada kerugian dunia, seperti dalam menghadapi pandemi saat ini.
Pertemuan Menteri Kesehatan G20 2021 mengeluarkan Deklarasi Roma. Ini berisi komitmen dalam mengatasi dampak pandemi terhadap pencapaian sustainable development goals (SDG), kesiapan untuk krisis kesehatan di masa depan, dan strategi global untuk meningkatkan akses yang merata terhadap alat diagnostik, obat, dan vaksin serta merekomendasikan penjajakan pembiayaan global dalam mendukung sistem kesehatan global. Hal itu sejalan dengan usulan Indonesia untuk mewujudkan instrumen pooling of global resource.
Melalui Forum G20, diharapkan negara-negara maju akan mendukung inisiatif bersama ini. Oleh karena itu, penguatan arsitektur sistem kesehatan global diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi global, berdasarkan upaya bersama untuk menyediakan distribusi vaksin dan peralatan medis yang adil.
Baca Juga : COVID-19 Varian Omicron Menguasai Indonesia